Chapter 02 - Selama ini dia menungguku di tengah salju yang membeku

Penerjemah : DuJu

    Pada akhirnya, Hanae Riko tetap khawatir dan Sawa serta yang lainnya meminta maaf dengan berkata, "Maaf... Kami terlalu banyak bercanda". Lalu, aku dibawa ke rumah sakit terdekat dengan mobil oleh wali kelasku. [wali kelasnya itu cowok ya...]
    Ngomong-ngomong, aku sudah mengganti seragamku yang basah dengan baju olahraga.
    Tapi, tentu saja aku tak mungkin membawa celana dalam cadangan. Jadi di balik baju olahragaku... Kalian pasti paham, kan?

    Di rumah sakit, aku diberitahu oleh dokter, "Ini bukan flu, tapi mungkin demammu akan meningkat malam ini. Jadi aku akan memberimu obat untuk demam".
    Dan setelah itu, aku diberi infus selama satu jam, jadi aku menghubungi bioskop tempatku bekerja paruh waktu untuk membiarkanku istirahat sejenak.
    Untungnya, sekarang adalah periode dimana pekeraan paruh waktu dilarang sampai ujian berakhir.
    Kuyakin Pak Kepala tak keberatan dan sudah mencari orang pengganti, tapi tetap saja tak enak mengganggunya seperti ini.

    Berkat infus, aku bisa bergerak sedikit, tapi kakiku masih mati rasa karena demam.
    Karena itu, wali kelasku memberikanku tumpangan ke apartemen. 

    "Maaf untuk ini. Terima kasih banyak." [Minato]

    Mengenakan masker yang diberinya saat di rumah sakit, aku mengucapkan terima kasih. Tapi wali kelasku malah tertawa sambil berkata, "Kau sungguh sial hari ini."

    "Apa kau bisa sendiri? Perlu kutemani sampai kamarmu?" [Sensei]

    "Tidak usah, ada lift, jadi tak apa-apa." [Minato]

    "Gitu, ya? Oke, istirahatlah dengan benar minggu ini. Juga, kalau ada sesuatu, hubungi saja aku." [Sensei]

    "Ya." [Minato]

    Wali kelas memegang janggutnya lalu menutup pintu penumpang.
    Melihat mobil wali kelasku menjauh, aku berbalik dan menuju ke pintu masuk.
    Tapi tiba-tiba aku tersentak, karena ada Hanae Riko yang sedang meringkuk kedinginan di depan pintu masuk apartemen.

    "Eh... Hanae-san?" [Minato]

    "Ah... Apa kata dokter...? [Riko]

    Mendengar suaraku, Hanae Riko mengangkat wajahnya dengan semangat dan bergegas mendekat.
    Ia terlihat seperti anjing yang menunggu pemiliknya di depan supermarket.

    "Kenapa..." [Minato]

    Tak ada lagi kata-kata yang keluar dariku.
    Hanae Riko bukanlah penghuni apartemen ini.

    ...Mungkinkah dia menungguku pulang di sini?
    Tidak, tidak, itu mustahil.
    Buat apa menungguku?
    Ini Hanae Riko, loh?

    "Maaf... Aku sudah menunggu... Tapi, aku benar-benar khawatir..." [Riko]

    "...!" [Minato]

    Aku membeku karena apa yang kupikirkan dipatahkan dengan mudah oleh ucapan Hanae Riko.
    ......Seriusan?

    "Gimana keadaanmu...?" [Riko]

    "Ah, um. Aku sudah di infus, jadi sudah agak mendingan dibandingkan ketika kita di sekolah." [Minato]

    "Begitu, ya... Syukurlah..." [Minato]

    Aku masih tak percaya dengan situasi ini dan berkedip berulang kali.

    Dia bilang dia khawatir dan menungguku...
    Aku mengerti jika itu untuk pria tampan, tapi aku...?
    Apalagi di cuaca yang sangat dingin ini.
    Meskipun mengenakan mantel, ini masih terasa dingin...
    Ketika kulihat lebih dekat, ternyata hidungnya memerah dan matanya berair karena dingin.

    Sudah berapa lama kau disini...?!

    Tak sepertiku yang harus pergi ke rumah sakit dengan wali kelas, seharusnya semua teman-teman sekelasku, termasuk Hanae Riko, sudah pulang setelah piket.
    Sebelum ujian berakhir, tak hanya pekerjaan paruh waktu saja yang dilarang, begitu juga kegiatan klub.
    Intinya, seluruh siswa wajib pulang begitu piket berakhir untuk belajar di rumah.

    Dari sekolah ke rumah sakit membutuhkan sekitar 10 menit dengan mobil.
    Ada juga waktu di ruang tunggu, pemeriksaan medis, dan 1 jam saat diinfus.
    Karena cedera, aku tak bisa berjalan dengan benar, sehingga aku butuh lebih banyak waktu untuk melakukan itu semua. Jadi jika dihitung dari saat aku meninggalkan sekolah, kira-kira lebih dari satu setengah jam untuk diriku sampai di apartemen.

    Kalau Hanae Riko langsung datang dari sekolah ke apartemenku, dia pasti sudah menunggu di sini cukup lama.
    ...Itu mustahil, kan?
    Berada di luar selama satu jam di hari yang dingin bersalju ini saja sudah sangat menyiksa.
    Hanya Hachiko si Anjing Setia saja yang mau melakukannya.
    Bahkan, aku pun tak kuat walau hanya lima menit.
    ...Jadi, tak mungkin Hanae Riko berada di sini sepanjang waktu.
    Pastinya...

    "Hmm, Hanae-san, kamu menungguku di tempat lain, ya kan...?" [Minato]

    Saat aku memastikannya, Hanae Riko memiringkan kepalanya dengan senyum manis di wajahnya.

    "Eh? Hmm, tadinya kupikir kita akan berpapasan, jadi aku bergegas ke sini begitu sekolah usai." [Riko]

    TERNYATA ADA...!!!

    Dan entah mengapa, Hanae Riko sangat mirip dengan anjing itu.
    Dia terlihat seperti Hachiko yang berharap dipuji oleh pemiliknya.
    Tidak, tidak, tidak.
    Aku pasti sudah gila karena berpikir menyamakan gadis tercantik di sekolah dengan Hachiko.

    Melihat diriku yang sedang berpikir konyol, Hanae Riko membuat wajah cemas.

    "Aku bertanya pada Sawa-san dimana tempat tinggalmu." [Riko]

    Ah... Kuyakin aku akan terpaksa berurusan dengan Sawa Senin ini.

    "Maaf, karena sudah bertanya tanpa izin...!" [Riko]

    "Itu tak masalah..." [Minato]

    "Lagipula, aku tak bisa pulang begitu saja." [Riko]

    "Ah, nn." [Minato]

    Dia khawatir denganku?
    Hanae Riko... Seberapa baiknya dirimu?
    Tak hanya imut, dia juga memiliki hati yang suci.

    "Ah, maaf soal itu. Terima kasih karena sudah peduli denganku... Kau pasti sudah menunggu lama." [Minato]

    "Jangan...! Jangan minta maaf...! Itu seharusnya aku." [Riko]

    "Tapi..." [Minato]

    Kami saling kehabisan kata-kata.
    Jelas ini adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri pertemuan kami.
    Aku tak boleh membiarkan Hanae Riko membeku lebih lama lagi.

    "Ah, kamu sedang sakit, tak baik berbicara di tempat seperti ini...!" [Riko]

    "Tidak..., la-lagipula seperti yang kubilang tadi. Terima kasih karena sudah datang walaupun cuaca sedang dingin. Sa-sampai jumpa." [Minato]

    Aku sangat gugup sehingga aku terburu-buru melewati Hanae Riko.
    Karena itu, kepalaku jadi pusing lagi dan bahuku membentur dinding dengan pelan.

    "Kamu tak apa-apa...?!" [Riko]

    Hanae Riko bergegas menghampiriku dan langsung membantu.
    Lagi-lagi aku terlihat menyedihkan.
    Aku merasa sangat menyedihkan sehingga aku tak bisa menatap matanya, jadi aku berterima kasih padanya dengan cepat lalu bangun.
    Sejujurnya, aku sangat ingin kabur sekarang.
    Dengan pikiran seperti itu, aku mencoba melewati Hanae Riko sekali lagi, tapi tiba-tiba dia menghentikanku.

    "Tunggu, Niiyama-kun...!" [Riko]

    Hanae Riko menurunkan wajahnya sebentar dan menggigit bibirnya.
    Sepertinya dia sedang mengumpulkan keberanian.
    Jadi aku menunggu kata-kata dari Hanae Riko, karena tak nyaman rasanya jika mengabaikannya.

    "Ah, Ji-jika tak mengganggu... bo-bolehkah... Bolehkah aku merawatmu...?!" [Riko]

    "E....?!" [Minato]

    Apa maksudmu "merawat"?
    Hanae Riko?
    Ingin merawatku?
    Terlalu kecil kemungkinan itu akan terjadi, sehingga aku ragu dengan apa yang dikatakannya.

    Hanae Riko yang menyadari kebingunganku, menambahkan penjelasan.

    "Tapi kau tak perlu bertanggung jawab..." [Minato]

    "Ah, tidak! Bukan begitu, tahu?! Hanya saja, jika ada yang bisa kulakukan untuk membantu, aku akan melakukannya, jadi jangan anggap serius...!" [Riko]

    "Akan buruk jika kau masuk angin..." [Minato]

    "Aku tidak masuk angin, jadi tak apa-apa!" [Riko]

    "Tapi kamarku sungguh berantakan..." [Minato]

    Aku ingat kamarku yang penuh dengan botol plastik yang kubiarkan begitu saja karena repot untuk membuangnya, dan cucianku yang menumpuk seiring waktu.

    "Aku juga akan mengurusnya." [Riko]

    "Eh?" [Minato]

    "Anggap saja aku sebagai versi uji coba dari robot pembantu yang baru saja muncul di rumahmu tiba-tiba! Anggap saja seperti itu! Jika seseorang meminta bantuan untuk menguji produknya dan memperkenalkanya nanti, kau pasti mau mencobanya, kan...? Ya, kan...!" [Riko]

    Ada apa dengan analoginya itu...
    Kurasa aku tak paham...
    Suatu hari, sebuah robot pembantu serbaguna (berbentuk gadis cantik) tiba-tiba datang. Itu adalah masa depan yang mustahil, Walaupun setelah Era Heisei berakhir.

    Awalnya kupikir Hanae Riko adalah gadis yang sedikit berbicara, jadi aku kaget melihat seberapa banyaknya dia berbicara.
    Setiap kali dia bingung, dia berbicara sedikit terlalu cepat hingga napasnya terengah-engah.
    Tak hanya sangat cantik, ternyata dia sangatlah imut.

    Apalagi, dia juga sangat baik...
    Jika tidak, tak mungkin dia akan menawarkan untuk membantuku.

    ...Tapi masalahnya.
    Aku ragu apa yang akan terjadi nanti.
    Tak mungkin aku dirawat oleh gadis tercantik di sekolah...
    Memikirkannya saja sudah membuatku pusing.

    "Dengar, Hanae-san. Aku senang, tapi bagaimanapun juga..." [Minato]

    "...Hmpf." [Riko]

    Melihat penolakanku, Hanae Riko menurunkan alisnya.
    Jika kau membuat wajah seperti itu, aku jadi merasa bersalah, tahu.
    Itu membuatku sulit untuk menolaknya.

    Astaga...
    Aku masih ragu apakah ini ide yang bagus, tapi pada akhirnya aku menerimanya.

    "...Kalau begitu, bolehkah aku meminta bantuanmu?" [Minato]

    Aku masih mengingat dengan sangat jelas senyum Hanae Riko yang mendengar jawabanku.
    Bahkan, saat itu aku sampai lupa bernapas karena sangat terpesona dengannya hingga aku melupakan rasa sakit di kakiku.
    Aku tak tahu kenapa Hanae Riko menunjukkan ekspresi seperti itu.
    Tapi yang pasti, senyuman wajahnya terlihat seperti bunga yang mekar.





<<  ==  >>

0 Komentar