Tsukushitagarina Uchi no Yome Nitsuite Dere temoiika? (Web Novel) - Bahasa Indonesia - Chapter 34
Chapter 34 - Malam kami berdua dan pagi yang baru
Penerjemah : DuJu
A... aku telah dicuri.........
Rasa bibir Riko masih terasa di bibirku.
Itu terasa lembut dan asam-manis di bibir.
Ahh...... aku tak kuat lagi......
Aku jatuh terlentang di atas futon.
"Minato-kun...?!" [Riko]
Riko mengintipku dari atas wajahku, jadi aku buru-buru menyembunyikan wajahku dengan kedua tangan.
Aku khawatir ekspresi apa yang sedang kubuat sekarang.
Kuyakin otot-otot wajahku sangat longgar sekarang.
Yang menyedihkannya lagi, ciuman yang baru kami lakukan barusan membuatku merasa sangat bahagia.
Padahal, sebelumnya, aku mengatakan bahwa untuk melakukan itu kita harus saling mencintai.
... Tenanglah diriku.
Kau masih harus menjaga jarak yang sesuai sampai dia menyukaimu.
Jangan kalah dengan godaan manis Riko...!
Satu-satunya yang kau dapatkan dari itu bukanlah kehidupan kekasih yang bahagia, tetapi hanya kesenangan sesaat yang akan menyakitkan setelahnya.
"Hei, ayo tidur! Sudah saatnya kita tidur sekarang!" [Minato]
"O-oke. Sekarang sudah larut malam, sih. Tapi, itu......" [Riko]
Riko perlahan berdiri, lalu berjalan ke jendela dan membukai tirainya sedikit.
"Ah, tak mungkin... Hujannya, sudah berhenti..." [Riko]
"Hmm...?" [Minato]
Aku buru-buru bangun dan bergegas ke samping Riko.
"Benar, juga." [Minato]
Bulan sabit muncul di langit yang gelap, bersamaan dengan angin yang perlahan mengusir awan.
Tampaknya cuacanya tidak akan mengamuk lagi setelah ini.
"Yah, kalau sudah begini. Tak ada alasan lagi untuk kita tidur bersama..." [Minato]
"Iya, juga." [Riko]
Kami melihat kembali ke kedua futon yang terletak berdampingan di lantai.
"Apa kau masih ingin tidur seperti ini?", kata-kata itu hampir saja keluar dari mulutku, dengan cepat aku menelannya kembali.
Sangat berbahaya bagi kami untuk tidur bersama hari ini.
"Aku akan membawa futonnya kembali ke kamarku." [Minato]
"... Baik, tidur bersama hari ini kutunda dulu." [Riko]
Setelah mengatakan itu dengan nada kecewa, Riko terkikik.
"Dari dulu, setiap malam aku selalu berharap petir takkan pernah datang, tapi anehnya, sekarang aku malah tak sabar menunggunya datang." [Riko]
"......" [Minato]
Aahh, cukup!!!
Akan kupastikan untuk membuat Riko jatuh cinta padaku, sehingga aku bisa memeluk dirinya yang sangat imut ini.
Itulah yang kuputuskan, sambil mengepalkan tanganku yang berharap ingin meraih Riko.
------------
Malam itu, aku tak bisa tidur nyenyak karena terus memikirkan bagaimana caranya agar Riko bisa menyukaiku.
Namun, tak peduli seberapa keras aku memikirkannya, diriku yang tak pernah menjalin kehidupan asmara ini, tak mungkin langsung bisa mendapat pencerahan begitu saja.
Begitulah kesimpulan yang kudapat hingga ruangan mulai terang.
... Haruskah aku berkonsultasi dengan seseorang yang akrab dengan hal-hal seperti ini?
Kalau Sawa... Aku ragu dia bisa.
Tapi, tak ada kandidat lain yang bisa kupikirkan...
Sambil mengeluhkan hal itu, aku terus berjalan ke sekolah.
Namun, begitu sampai di depan gerbang, aku merasakan sesuatu yang berbeda dari biasanya.
Merasa aneh dan melihat sekitar, aku terkejut.
Semua orang sedang menatapku dan berbisik diam-diam.
... Apa?
Ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Sambil kebingungan, aku terus berjalan menuju ke kelas.
"... Apa-apaan ini?" [Minato]
Ada koran sekolah tertempel di papan tulis.
Di atasnya, tertulis dengan kapur merah muda.
‒‒Laki-laki yang dipilih oleh Gadis Tercantik di Sekolah, Sang Putri Hanae Riko, dia adalah... Laki-laki paling biasa di Sekolah?!!
Bersama sebuah foto yang terpampang jelas di koran sekolah, menunjukkan diriku dan Riko yang sedang memegang keranjang belanja berdua.
"......" [Minato]
Saat aku melihat sekeliling kelas dengan kaget, mataku bertemu dengan salah satu mata teman sekelasku yang memegang koran di tangan mereka.
"Niiyama...! Kau ini... apa maksudmu...?!!" [Sawa]
Sawa, dengan koran sekolah di tangan kanannya, bergegas ke arahku.
Ruang kelas menjadi tenang seketika, menunggu tanggapanku dengan wajah penasaran.
"Aa......" [Minato]
Pikiranku kosong, aku tak pernah menduga ini akan terjadi.
Gawat.
Aku harus menutupinya entah bagaimanapun caranya...
Tapi dengan bukti gambar seperti itu, apa yang harus kukatakan?
Kurasa jika kubilang kami hanya teman masa kecil, itu takkan berhasil lagi.
Kemudian.
Di saat-saat yang tak menyenangkan seperti ini, Riko yang terlambat ke sekolah, muncul di pintu masuk kelas.
0 Komentar