Tsukushitagarina Uchi no Yome Nitsuite Dere temoiika? (Web Novel) - Bahasa Indonesia - Chapter 48
Chapter 48 - Riko (5 tahun) dan Minato (5 tahun)
Penerjemah : DuJu
Apa-apaan ini?
Kenapa diriku yang masih kecil ada di dalam foto yang sama...?
SMP kami berbeda, dan kuyakin kami juga tak pernah bertemu sampai kami SMA.
Masih tak percaya, aku melihat Riko di foto itu lagi.
―Aku tak punya teman...
―Kenapa? Aku temanmu.
―Eh...? Kamu mau jadi temanku?
―Aku takkan jadi temanmu, karena kita sudah berteman! Habisnya, kita bermain pasir bersama, bukan? Jika kita bermain bersama, itu artinya kita adalah teman!
"...!" [Minato]
...... Tunggu sebentar.
Untuk sesaat, aku hampir mengingat sesuatu...?
Aku merasa ingatan yang tertidur di dasar ingatanku mulai bangun, membuat perasaanku lebih gelisah.
"Minato-kun? Kenapa kamu tiba-tiba diam?" [Riko]
"Ah, ya, itu, kau tahu? Apa mungkin Riko dan aku itu―" [Minato]
Baru saja ketika aku akan menanyakan itu pada Riko, yang sedang memiringkan kepalanya, aku terkejut.
Itu karena, cerita yang baru saja Riko ceritakan padaku, ingat?
Aku adalah satu-satunya teman yang dia miliki saat dia TK, dan cinta pertamanya itu...
Ingatan kata-kata Riko dan percakapan yang baru saja terjadi, menyadarkan kembali pikiranku.
Jika benar, keduanya terhubung, itu artinya...
"...! Riko, maafkan aku! Ada sesuatu yang sedang kupikirkan, jadi aku akan kembali ke kamarku sekarang...!" [Minato]
"Eh?!" [Riko]
"Aku sungguh minta maaf! Selamat malam!" [Minato]
"Ah, oke, selamat malam?" [Riko]
Aku meninggalkan Riko yang memasang wajah heran di ruang tamu, dan bergegas ke kamarku.
Menutup pintu kamar, aku mengela napas berat sambil bersandar di pintu.
"... Pokoknya, ayo tenangkan diri dulu." [Minato]
Aku menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.
Sudah lama aku melupakan masa-masa sebelum aku masuk SMP.
Bagiku, masa-masa itu merupakan masa kelam, masa-masa yang tak ingin kuingat lagi.
Saat aku kelas 8, aku sadar betapa kurang ajarnya aku dengan orang lain, dan pada akhirnya aku mengubah sikapku terhadap orang lain sepenuhnya sejak saat itu.
Aku tak sembarangan berbicara dengan orang lain lagi, dan aku pun juga mengubah kebiasaan burukku yang memperlakukan orang lain sebagai teman hanya karena mengobrol sebentar.
Hingga jadinya, aku selalu berpikir apakah aku akan membuat orang lain tak nyaman sebelum aku berbicara, dan hasilnya aku pun menjadi orang yang sangat pendiam.
Sebaliknya, sebelum berubah, aku adalah orang yang benar-benar bodoh dan tak peka, mengoceh pada siapapun dengan bodohnya dan tanpa rasa bersalah.
Dibandingkan dengan diriku yang sekarang, dulu aku sangatlah orang yang berbeda.
Pada akhirnya, aku pun berubah kelam menjadi seperti yang orang kenal......
Aku percaya bahwa semakin sedikit kehadiran yang kumiliki, semakin sedikit juga aku membuat orang tak nyaman.
Karena itu, butuh energi yang sangat besar bagiku untuk mengingat masa lalu.
Tapi bukan saatnya aku memedulikan hal itu.
Untuk memutar kembali ingatanku, aku melihat-lihat foto-foto yang dikirim oleh ayah mertua.
Bukan hanya foto yang diambil di kotak pasir sebelumnya, tetapi foto-foto lain yang telah dikirim juga.
"Haa...... Riko imut sekali saat kecil..." [Minato]
Pipinya tembem dan tampak seperti binatang kecil.
Otor-otot di wajahku mengendur dengan sendirinya.
"Tidak, bukan saatnya begini!" [Minato]
Aku buru-buru menyadarkan diriku kembali.
"Konsentrasi, konsentrasi!" [Minato]
Sambil mengucapkan itu, aku membuka foto pertama yang kuterima, lalu secara refleks aku berkata, "Ah."
Yang kulihat adalah wajah Riko yang sedang berlinang air mata.
Gaun putih yang dia kenakan berlumuran saus tomat, jadi mungkin itulah alasan dia menangis.
Tapi bukan itulah bagian yang terpenting.
Wajah Riko yang menangis.
Itu memicu longsoran ingatan masa kecilku yang tertidur.
------------
"Hei, apa kau sedang membuat istana?" [Minato]
"..." [Riko]
"Ayo membuatnya bersama!" [Minato]
"...!" [Riko]
"Berikan sekop itu!" [Minato]
"..." [Riko]
"Terima kasih. Aku sekarang adalah raja dan aku akan membangun menaranya. Etto..... Hei, siapa namamu?" [Minato]
"..." [Riko]
"Apa kau tak punya nama?" [Minato]
"..." [Riko]
"Aku tak bisa menjadikanmu seorang putri jika aku tak tahu namamu, tahu? Ayo beritahu!" [Minato]
"... Ri, Riko..." [Riko]
"Eh? Cara bicara macam apa itu?!" [Minato]
"..." [Riko]
"Kereeennn! Aku suka itu! Aku juga ingin bisa bicara seperti itu!" [Minato]
"Eh?" [Riko]
"Oke, Riko-chan. Aku akan memberimu emberku. Jika kau memasukkan pasir ke dalam lalu membalikkannya, itu akan menjadi menara kecil, tahu?!" [Minato]
"I-iya... Ah, ano...... Apa cara berbicaraku tidak aneh...?" [Riko]
"Itu malah keren, loh?!" [Minato]
"... Terima kasih...... A-aku, aku juga ingin tahu namamu..." [Riko]
"Aku, Minato!" [Minato]
"Minato-kun..." [Riko]
"Ya!" [Minato]
"Ehehe, Minato-kun... Terima kasih..." [Riko]
"Terima kasih kenapa?" [Minato]
"Karena aku senang..." [Riko]
"Hmm? Aku tak paham, tapi syukurlah kau senang! Nee, Riko-chan. Kenapa kau selalu sendiri?" [Minato]
"Itu karena―" [Riko]
------------
"..." [Minato]
―benar sekali.
Riko adalah seorang anak pindahan di taman kanak-kanak yang aku hadiri, dan selalu bermain sendirian setiap hari.
Saat itu, aku berangan-angan bahwa semua anak di taman kanak-kanak adalah temanku, jadi aku berbicara dengan Riko tanpa ragu dan mulai bermain dengannya tanpa izin.
Kenapa aku bisa mengingatnya dengan sangat jelas sekarang?
Itu karena setelah aku berkata, "Kita adalah teman.", Riko menangis.
Aku tak pernah menduga bahwa dia akan bereaksi seperti itu, jadi diriku yang masih kecil cukup terkejut.
Dan bahkan, setelah aku diberitahu kalau dia menangis bukan karena sedih, aku merasa sangat lega waktu itu.
"Itu...... Tapi, apa yang terjadi pada kita setelah itu...?" [Minato]
Tak berguna, ingatanku dari situ mulai kabur, tak peduli seberapa keras aku mencoba mengingat kembali, aku tak berhasil menemukan kebenarannya.
Yah, aku berhasil mengingat bagian-bagian yang ingin kutahu, sih... jadi untuk saat ini, itu sudah cukup.
"... Saat di taman kanak-kanak, aku dan Riko berteman, ya...? Berarti..." [Minato]
Kemungkinan-kemungkinan yang kubayangkan dengan ragu mulai terhubung.
Aku dan Riko berteman.
Saat di taman kanak-kanak, aku adalah satu-satunya teman yang dimiliki Riko.
Dan cinta pertama Riko adalah teman taman kanak-kanaknya.
Kesimpulan yang kudapatkan dari itu adalah...
"... Itu berarti cinta pertamanya adalah aku...?" [Minato]
Hanya membayangkannya saja, jantungku menjadi berdebar sangat kencang hingga rasanya ingin meledak.
"Tidak, tidak, tidak, eeehhhh?!! I-itu pasti bohong..." [Minato]
Habisnya...
Itu sama sekali tidak realistis, tapi jika aku benar-benar cinta pertama Riko, aku bisa-bisa mati bahagia.
Kepribadianku yang dulu sudah menjadi sejarah hitam bagiku, tapi apa Riko senang dengan aku yang dulu?
Kurasa itu sudah berubah 180 derajat sekarang.
Apakah Riko tahu...?
... Tapi, jika dia tahu, bukankah dia akan langsung bilang padaku kalau aku adalah cinta pertamanya?
Yah, walau itu artinya sama saja dengan dia menyatakan perasaannya.
Tapi jika Riko tak tahu, bagaimana perasaannya, ya? Begitu dia tahu bahwa aku adalah cinta pertamanya.
Aku penasaran apakah dia akan kecewa melihat cinta pertamanya telah tumbuh menjadi pria yang gagal.
Ataukah dia akan bernostalgia dan menjadi lebih sadar akan diriku? Aku ingin tahu.
0 Komentar