Chapter 04 - Seumur hidup aku tak pernah berpikir seorang gadis akan menyuapiku

Penerjemah : DuJu

    Walaupun berendam telah menghangatkanku dan membuatku relax, aku tetap merasa lelah.

    Ketika aku berganti pakaian dan menuju lorong, tubuhku terasa berat.
    Hanae Riko bilang dia akan menyiapkan makanan, tapi nafsu makanku sudah hilang.
    Gimana ya...
    Aku tak ingin menyia-nyiakan usahanya, tapi mau bagaimana lagi?

    Ketika aku membuka pintu ruang tamu dengan ragu, aroma kaldu sup melayang lembut ke hidungku.
    Anehnya, dengan segera perutku yang tadinya lemas terasa terbangun.

    Ah, mungkin aku bisa makan sedikit...

    "Sepertinya sirkulasi darahmu sudah membaik, tapi kamu masih lelah, kan...?" [Riko]

    Hanae Riko yang datang ke sampingku, menatap wajahku seolah-olah membaca pikiranku.
    Dengan cepat aku memalingkan wajahku.

    ...Apakah sikapku terlalu kurang ajar?

    "Aku khawatir kamu akan kedinginan, jadi kenapa kamu tidak tiduran saja? Aku akan membawa ojiya dan obat-obatan ke kamar tidurmu, jadi istirahat saja, oke?" [Riko]

    "A-aku mengerti." [Minato]

    Bukannya aku lelah, tapi ayo turuti saja dia.
    Diminta oleh Hanae Riko, aku pergi ke kamar tidur dengan tenang.
    Jujur, aku mulai agak lemas sekarang.
    Memikirkan aku akan tidur di tempat tidur, itu membuatku lega.

    Aku masuk ke kamarku dan berbaring, tapi tak lama kemudian terdengar suara ketukan.
    Ketika kujawab, Hanae Riko masuk bersama nampan yang berbau lezat di tangannya.

    Dia meletakkan nampan di atas meja samping tempat tidur dan mengatur bantal agar aku bisa duduk dan bersandar.
    Dia sungguh perhatian.
    Kepribadian yang baik dan suci, jago melakukan pekerjaan rumah tangga, dan sangat cantik.
    Apalagi yang kurang darinya, coba?!

    Sementara aku berpikir, Hanae Riko memindahkan kursi meja belajarku ke samping tempat tidur lalu duduk.
    Di pangkuannya terdapat nampan yang berisi ojiya dengan telur, sup beraroma jahe, dan apel parut.

    [Ojiya itu bubur nasi jepang. Mungkin ke depannya bakal make kata 'bubur' aja.]

    "Mau makan apa dulu?" [Riko]

    "Eettoo..." [Minato]

    Ketika kujawab aku tertarik dengan bubur yang dihiasi dengan mitsuba, Hanae Riko mengambil sendok dan menyendoknya sendiri yang secara tidak langsung membuatku terkejut.
    Uap mengepul dari bubur yang menandakan itu masih panas.
    Dengan lembut dia meniupnya dan tersenyum ke arahku.


    "Haii, Niiyama-kun. Tolong buka mulutmu. Aaa~" [Riko]

    "......!!!" [Minato]

    Akhirnya aku paham apa maksudnya "membantuku makan".
    Tapi sudah terlambat.
    Aku telah menyetujuinya.

    "Ha-hanae-san, ini sedikit..." [Minato]

    "Niiyama-kun, kamu bilang aku boleh membantumu makan..." [Riko]

    Tu-tunggu.
    Kenapa kau jadi sedih?

    Memang, sih... aku tadi sudah bilang, "Aku minta bantuanmu Hanae-san".

    Gi-gimana, nih...
    Apa boleh bilang 'Aaa'...?
    ...Boleh, kan?
    Tidak menjijikan, kan?
    Bukan aku yang minta, loh...!

    Selain itu, aku sedang sakit...
    Oh, iya.
    Karena aku orang sakit, jadi tak akan menjijikan. Yaa!

    Jadi karena itu... Bolehkan... Aku... Merasa... Senang... Sekali saja?
    Aku sangat bingung sekarang, hingga pikiranku menjadi agak cabul.

    "Niiyama-kun..." [Riko]

    Tolong jangan menatapku dengan wajah seperti itu terus.

    "A-aku paham..." [Minato]

    Wokeh. Mari lupakan semuanya...!

    Saat aku membuka mulutku dengan canggung, Hanae Riko menyipitkan matanya seolah merasa lega.
    Dengan begitu, bubur lembut dengan mulus menyentuh lidahku.
    Rasa telur dan kuah sup yang sedikit manis tercium dari mulutku.
    Sangat lezat.
    Berkat ditiup Hanae Riko, buburnya menjadi hangat sempurna.

    Aku menikmatinya secara perlahan, menelannya dan menarik nafas lalu menikmatinya lagi dan begitu seterusnya.

    "Rasanya terlalu hambar, ya...?" [Riko]

    "Hmm, tidak kok. Ini lezat." [Minato]

    "Benarkah?" [Riko]

    "Ya." [Minato]

    Hanae-san, kau sangat pandai memasak.
    Aku ingin sekali bilang begitu, tapi aku tak berani.

    "Kamu mau coba sup jahenya juga?" [Riko]

    "Ah, aku bisa sen‒‒" [Minato]

    "Kalau begitu bukan dirawat namanya. Haii, ini dia." [Riko]

    "Uh..." [Minato]

    Sementara aku membeku, Hanae Riko menurunkan tangannya dengan ekspresi marah.

    "Mo~, Niiyama-kun. Kamu terlalu tertutup, tahu?" [Riko]

    "Bukan sepe‒" [Minato]

    "Kupikir tak apa-apa untuk menjadi manja dan membiarkan diri kita dirawat orang lain saat sakit, tahu? Bukankah begitu...?" [Riko]

    Apa ini sungguh nyata?
    Aku mulai curiga.
    Mungkin ini adalah mimpi yang kuimpikan karena demam.
    Ini terasa tidak nyata.
    Karena semuanya terasa terlalu nyaman bagiku.

    Tapi, memangnya ada mimpi tentang seorang gadis tercantik di sekolah datang ke rumah pria penyendiri untuk merawatnya dengan tulus?

    Walau mimpi, ini terasa sangat hidup...
    Aku sungguh berpikir seperti itu.

    ...Kalau begitu, mari jadi manja seperti yang Hanae Riko bilang.

    Bagaimanapun, aku sangat bahagia dirawat oleh gadis imut sepertinya.

    Aku bersandar pada bantal dan menghela napas dalam-dalam.
    Dengan begitu, aku melakukan apa yang dia minta dan memakan semua bubur, sup, dan apel parut dari tangannya.

    "Mau yang mana lagi? Ah, tapi jangan banyak-banyak, ya? Bukannya kamu jadi tak nafsu makan karena pilek?" [Riko]

    "Itu benar. Tapi masakan Hanae-san enak, sih." [Minato]

    Jujur, aku sangat tergoda untuk makan lebih banyak.
    Karena aku merupakan orang yang perhitungan, sayang rasanya bila tak dimakan.

    Saat kubilang lezat, Hanae Riko tersenyum malu-malu.
    Ekspresinya sangat imut hingga membuatku memanas.
    Tidak, mungkin ini karena demam...

    "Aku senang itu cocok dimulut Niiyama-kun. Terima kasih karena sudah bilang itu enak... Hehe, aku senang. Ah, tunggu... Fufu, ada sisa makanan di wajahmu, loh." [Riko]

    "Hmm..." [Minato]

    Mengejutkan, dia sungguh perhatian dan bahkan menyeka mulutku dengan lap.

    Gawat, apa-apaan ini.
    Sangat memalukan, tapi juga memuaskan.
    Tidak, bukan puas.
    Bahagia, mungkin?
    Tapi yang pasti, aku sangat senang Hanae Riko merawatku dengan sangat baik.

    Apa boleh aku merasakan ini?

    Jelas, ini adalah kebahagiaan sementara.
    Ketika Hanae Riko selesai merawatku dan pulang, mimpi ini akan lenyap.
    Tapi kenangan saat-saat aku bahagia mungkin tak akan pernah hilang dari pikiranku.

    Mungkin ini cukup kejam.
    Tapi aku adalah seorang pria sederhana yang mungkin tak akan pernah punya pacar dalam hidupnya.
    Dan jika aku terlena dengan semua ini, aku akan terus hidup meratapi kenangan hari ini sampai ku mati.

    Mungkin ini adalah kesalahan untuk dimanjakan Hanae Riko.
    Sementara aku menyesali itu, perlahan-lahan efek obat membuatku mengantuk.

    Sial, aku belum ingin tidur.
    Aku tak ingin kebahagiaan ini berakhir.
    Aku tak pandai dengan perempuan, jadi aku tak pernah berpikir aku akan merasa seperti ini...

    Namun, tak sesuai dengan ekspektasiku, sosok Hanae Riko tak menghilang di depanku.
    Itulah faktanya, ketika aku bangun esoknya.





<<  ==  >>

0 Komentar