Tsukushitagarina Uchi no Yome Nitsuite Dere temoiika? (Web Novel) - Bahasa Indonesia - Chapter 05
Chapter 05 - Pagi esoknya, aku sudah sehat kembali
Penerjemah : DuJu
Tidurku sangatlah nyenyak.
Aku membuka mata dan melihat sekitar, cahaya sudah memasuki ruanganku.
Sudah pagi, ya.
Senang rasanya bisa makan makanan lezat dan bergizi, minum obat, lalu tidur nyenyak. Hingga tubuhku terasa sangat nyaman sekarang.
Rasa lemas yang kemarin sungguh hilang.
Tapi ketika aku bangun dengan perasaan lega, dengan cepat aku menahan napas.
Bagaimana tidak? Ada Hanae Riko yang sedang tidur di kursi samping tempat tidurku.
Dia duduk meringkuk dan mengubur hidungnya di bawah lengannya.
"Eh? Kenapa..." [Minato]
"Nnn..." [Riko]
Mendengar kata-kataku, Hanae Riko membuka matanya perlahan.
Dia mengusap-usap wajahnya, dan ketika melihatku, dia melompat terkejut.
"Ma-maaf, aku menginap sampai pagi...! Ano, sebenarnya... Aku ingin pulang setelah Niiyama-kun tertidur, tapi ternyata keretanya dihentikan karena salju..." [Riko]
Sambil memahami situasinya, aku memegang kepalaku.
"Wah, benar juga...?! Maaf...!" [Minato]
Jika kuingat-ingat lagi, aku sempat mendengar radio yang diputar di mobil wali kelas.
"Untuk wilayah Kanto Koshin, termasuk bangsal ke-23 Tokyo, ada kemungkinan jadwal akan terganggu dikarenakan salju, dan beberapa jalur konvensional juga akan ditangguhkan."
Mengingat itu, aku mendesah kecil.
Tak kupercaya...
Bagaimana bisa aku lupa...
Pilek bukanlah alasan.
Aku sangat malu dengan diriku yang kemarin hanya mementingkan diri sendiri.
"Niiyama-kun, bagaimana perasaanmu sekarang?" [Riko]
"Ah, ya. Sudah jauh lebih baik. Sepertinya demamku juga sudah turun." [Minato]
Tapi Hanae Riko tetap memberikanku termometer sambil berkata, "Aku masih khawatir".
Jadi aku menerimanya dengan patuh dan mengukur tubuhku, suhunya tertulis 36,6 derajat.
Demamku sudah hilang.
Hanae Riko yang melihat itu, menghela napas dengan lega.
Segera setelah itu, dia meninggalkan ruangan sambil berkata, "Tapi kamu tetap harus minum obat di pagi hari! Tunggu sebentar, ya!".
Bagaimana sekarang?
Aku sudah baikan dan aku bisa bangun seharusnya...
Tapi apa boleh aku mengintip sedikit?
Soalnya ,di cerita-cerita, ketika ada seseorang yang menyuruhmu untuk menunggu, tapi ketika kau mengintipnya, orang itu sudah tak ada.
Karena itu, aku yakin Hanae Riko akan keluar sambil berpikir, "Sepertinya dia baik-baik saja sendirian. Aku pulang, deh".
Dan dengan begitu hubungan kita berakhir.
Kami tak pernah mengobrol di sekolah.
Jadi besok Senin, pasti kami kembali tak saling kenal lagi.
...Aku belum mau kau pulang.
Aku malu pada diriku sendiri karena berpikir hal itu.
Dia pasti lelah karena aku.
Aku harus merelakannya.
Setelah memikirkan hal itu, aku berganti pakaian dan menuju ke ruang tamu.
Tapi ternyata, Hanae Riko sedang berjalan ke arah kamarku sambil membawa sandwich telur, apel, dan air minum di atas nampan.
"Ah! Tak boleh, Niiyama-kun. Pilekmu masih ada, loh. Jadi tolong kembali ke futonmu, ya." [Riko]
Diminta olehnya, aku tak bisa berkata apa-apa, jadi aku kembali.
Pada akhirnya, aku menghabiskan sandwich telur buatan Hanae Riko yang sangat lezat, memakan apel, minum obat, dan menikmati momen-momen bahagia ini.
Hanae Riko juga duduk di sebelahku, sambil mengunyah sandwich.
Dia menyipitkan matanya sedikit dan makan dengan gembira.
Itu sangatlah imut hingga aku mengintipnya berkali-kali.
Kuharap Hanae Riko tak menyadari perilakuku yang tak senonoh itu...
------------
Setelah istirahat dan makan, aku sekali lagi mengungkapkan rasa terima kasih dan permintaan maafku kepadanya.
"Terima kasih untuk semuanya, Hanae-san. Dan aku sungguh minta maaf... Kau tidur di kursi, bukan? Itu pasti dingin... A-aku sangat minta maaf..." [Minato]
"Tak apa-apa, aku memakai jaket, kok. Jadi jangan risau." [Riko]
"Kuharap aku sadar kemarin..." [Minato]
Hanae Riko tersenyum mendengar kata-kataku.
"Aku senang Niiyama-kun sudah membaik, tapi kurasa tubuhmu masih lemah, jadi tolong beristirahatlah sedikit lagi." [Riko]
Pasti tetap terasa dingin walaupun mengenakan mantel, tapi dia tak mempermasalahkannya.
Sebaliknya, dia malah mengkhawatirkan diriku.
Kenapa Hanae Riko...
Kenapa kau begitu baik padaku?
Ada perasaan lain yang muncul bersama perasaan bersalah di dalam diriku.
Perasaan yang tak pernah kumiliki kepada siapapun.
Perasaan itu membuat dadaku menjadi terasa aneh.
Dasar bodoh...
Apa yang kau coba pikirkan?
Tidak mungkin...
Jatuh cinta dengan gadis tercantik di sekolah?
Aku harus tahu batas, lah.
Yah, ini pasti hanya perasaan biasa.
Aku hanya berdebar saja.
Aku tak jatuh cinta padanya.
Dalam hati, aku terus meyakinkan diriku.
"Ngomong-ngomong, seharusnya salju sudah berhenti sekarang." [Riko]
Mengatakan itu, Hanae Riko mendekati jendela.
Terdengar suara tirai terbuka.
Di balik jendela, muncul pemandangan bersalju.
Aku dan Hanae Riko secara alami saling memandang dan bertanya-tanya apakah ini Ofuna yang kami kenal. [Ofuna itu wilayah mereka tinggal, oke...]
"Luar biasa..." [Minato]
Aku bangun dan pergi ke jendela.
"Gimana, nih? Sepertinya keretanya masih dihentikan..." [Riko]
Tak seperti ucapannya, mata Hanae Riko bersinar.
Dia suka salju.
Walau aku sudah tahu kalau dia adalah anak yang jauh lebih ekspresif daripada kelihatannya, tapi tetap saja aku terkejut.
Itu karena, Hanae Riko yang melihat pemandangan kota seperti anak kecil, sangatlah imut.
"Niiyama-kun, bolehkah aku tinggal di sini lebih lama lagi?" [Riko]
"Tentu saja boleh. Aku malah berpikir kalau kau tak mau." [Minato]
"Kenapa kau pikir aku tak mau?" [Riko]
Aku tak tahu harus menjawab apa, jadi aku diam.
Tiba-tiba napasku menjadi kasar, aku baru saja sadar kalau aku bermasalah dengan yang namanya perempuan.
Karena itu, tanpa sadar aku menghela napas berkali-kali.
"...Niiyama-kun, apa kamu... membenciku?" [Riko]
"Eh?" [Minato]
"Entah kenapa kamu terlihat tak nyaman..." [Riko]
"...!" [Minato]
Uwaahhh.
Kenapa kau terlihat ingin menangis?
Aku juga tak tahan, sih... jika ada seseorang yang membenciku.
Aku pernah mengalaminya, jadi aku tahu bagaimana rasanya.
Walaupun pria penyendiri sepertiku tak bisa disamakan dengannya, tetap saja aku tahu.
Aku tak bisa membuat Hanae Riko menangis, jadi aku buru-buru memberikan penjelasan.
"Bukan itu maksudku... Hanya saja, kita tak pernah berbicara satu sama lain sebelumnya. Jadi aku tak tahu harus bagaimana..." [Minato]
"Benarkah?" [Riko]
Aku mengangguk. Melihat itu, Hanae Riko mengendurkan bahunya seolah dia merasa lega.
Mantap.
Dengan begini, kesalahpahamannya terselesaikan.
"Itu memang benar... Tapi itu karena, kupikir Niiyama-kun tak ingin terlibat dengan orang lain selain Sawa. Jadi kenapa kamu menjaga jarak dari teman sekelasmu?" [Riko]
"Bukannya itu kau, Hanae-san? Menurutku, kau yang terlihat lebih pilih-pilih daripada aku." [Minato]
Pertama-tama, aku tidak memasang tembok di sekitarku.
Hanya saja, aku adalah manusia transparan yang memiliki sedikit kehadiran bagi para perempuan.
Yang terkadang secara tak sengaja terjebak peluru nyasar dengan Sawa, sehingga ikut tercap buruk dan di cemooh.
Disamping diriku yang sedang depresi, Hanae Riko membuat wajah rumit.
"Pilih-pilih? Apa aku terlihat seperti itu?" [Riko]
"Ya, benar. Kau selalu bersama perempuan jadi kupikir kau menghindari laki-laki." [Minato]
Saat aku mengatakan itu, Hanae Riko terlihat sedikit malu dan menunduk.
"Sejujurnya, aku tak pandai berbicara dengan laki-laki. Tapi entah kenapa aku ingin berbicara dengan Niiyama-kun, tahu?" [Riko]
Dia mengatakan itu, seolah-olah hanya aku yang istimewa. Aku hampir salah pahan untuk sesaat.
Tapi aku tahu.
Orang sepertiku tak mungkin istimewa.
Mungkin yang dia pikirkan adalah, "Aku bisa memperlakukanmu seperti biasa karena aku tak menganggapmu sebagai lawan jenis".
Dengan kata lain, itu adalah saat di mana seorang gadis membuka hatinya kepada seorang pria yang dinilai tak berbahaya baginya.
Sayangnya, itu tak bisa kurang dan tak bisa lebih.
Jika tidak, dia akan merasa tak nyaman dan meninggalkanmu.
"Itu karena aku merasa nyaman berbicara denganmu, Niiyama-kun." [Riko]
Aku mati-matian berusaha agar tak salah paham dengan kata-kata Hanae Riko.
"A-aku seharusnya berani lebih awal. Sekarang sudah terlambat..." [Riko]
"Terlambat kenapa?" [Minato]
"Aku akan pindah ke luar negeri karena pekerjaan ayahku." [Riko]
"Eh...?!!" [Minato]
Jelas itu adalah sebuah kejutan yang besar.
Hanae Riko akan pindah ke luar negeri...
Itu berarti aku tak akan pernah bisa bertemu dengannya lagi...
...Tidak, bukankah itu bagus?
Kuyakin dengan begitu perasaan yang kurasakan ini akan hilang bersama kepergiannya.
Dan aku tak harus menghadapi penderitaan ekstra. Ya! Ya!
"Aku juga ingin tinggal di Jepang sendirian seperti Niiyama-kun, tapi orang tuaku melarangnya." [Riko]
"...Begitu, ya. Yah, Hanae-san adalah perempuan, tentu saja orang tuamu khawatir." [Minato]
"Tapi... Aku sangat ingin tinggal di sini..." [Riko]
Hanae Riko bergumam dengan suara yang hampir menghilang.
Ketika aku menoleh ke samping untuk bertanya, yang kulihat hanyalah seorang gadis biasa yang sedang merenung.
Aku tak tahu wajah seperti apa yang dibuatnya, tapi yang pasti dia sedang sedih.
Aku tak mungkin tak berbuat apa-apa, jadi aku mulai menyusun kata-kata untuk menyemangatinya.
"Kamu dilarang untuk tinggal sendiri, kan?" [Minato]
"Iya..." [Riko]
"Kalau begitu, kenapa tak tinggal dengan saudaramu saja?" [Minato]
"Orang tuaku berasal dari Hokkaido, jadi semua kerabatku tinggal di sana..." [Riko]
"Ah... Lalu kenapa kau tak mengandalkan teman dekatmu saja?" [Minato]
"Mereka semua khawatir padaku, tapi tak ada satupun yang memiliki kamar lebih..." [Riko]
"Yah, tentu saja tak semua rumah punya..." [Minato]
Aku memang punya kamar kosong, tapi itu karena orang tuaku sedang berada di luar negeri.
"Jika saja Hanae-san laki-laki, aku bisa menyediakan kamar kosong untukmu." [Minato]
Tentu saja itu mustahil.
Namun, mendengar kata-kataku, Hanae Riko tiba-tiba mengangkat wajahnya.
"...Niiyama-kun, apa kamu tak suka jika aku tinggal bersamamu?" [Riko]
"Hmm...?!" [Minato]
Tenggorokanku tersedak mendengar pertanyaan gila seperti itu.
"Bukannya tak suka, tapi Hanae-san adalah perempuan..." [Minato]
Tak mungkin kita bisa hidup bersama.
...Mungkinkah Hanae Riko menanyakan itu karena berpikir ingin tinggal bersamaku?
...Tunggu, tunggu, bodoh.
Itu salah.
Kalaupun benar, dia hanya terpaksa karena tak ingin meninggalkan Jepang.
...Meski begitu, aku sedikit senang karena dia tak membenciku.
Saat aku memikirkan hal itu, Hanae Riko tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke wajahku.
Jarak antara kami mengecil dalam sekejap.
Uwahh...?!!
Dengan cepat aku menarik tubuhku agar ada sedikit ruang di antara kami.
Melihat sikapnya yang seperti itu, mungkin dia tak sadar jika kami terlalu dekat hingga kami hampir bersentuhan.
"Ano... Niiyama-kun, aku punya permintaan." [Riko]
"Apa itu...?" [Minato]
"Niiyama Minato-kun...! A-aku... bolehkah aku menjadi istrimu...?" [Riko]
............Eh?
Dia bilang... istri...
Eh... istri...?
"............EEEEHHHHH...???!!!" [Minato]
0 Komentar