Tsukushitagarina Uchi no Yome Nitsuite Dere temoiika? (Web Novel) - Bahasa Indonesia - Chapter 08
Chapter 08 - Istriku membuat perayaan hanya karena aku memanggilnya dengan nama belakangnya
Penerjemah : DuJu
Kupikir-pikir, saat itu, jika itu membuatnya sangat bahagia, seharusnya aku berani mengatakannya lebih awal.
Apa yang kubicarakan? Yah, itu dimulai dari...
"Oh, Hanae-san, apa kau membersihkan wastafelnya? Bersih sekali..." [Minato]
Setelah sarapan dengan semangkuk nasi ham dan telur, salad makaroni, terong rebus, dan sub miso dengan tahu dan acar, aku menuju ke dapur membawa piring kosong dan melihat wastafelnya telah bersih mengkilap.
Hanae Riko selalu membersihkan dapur sebelum tidur, jadi dapurnya selalu terlihat bersih tanpa noda satupun, tapi hari ini terlihat lebih bersih dari biasanya.
"Ini terlihat seperti baru." [Minato]
"Hehe... Aku cukup bersemangat membersihkannya tadi. Aku punya sedikit waktu setelah menyiapkan sarapan." [Riko]
"Begitu, ya. Terima kasih. Meski begitu, Kau selalu bangun pagi, Hanae-san." [Minato]
Aku susah bangun pagi, jadi aku menatap Hanae Riko dengan kagum.
Pipinya memerah, tapi entah kenapa dia membuat ekspresi tak senang.
"Apa aku masih "Hanae-san" untukmu, Minato-kun?" [Riko]
"Ah. Aaa... I-itu, ya... A-aku tidak lupa, kok." [Minato]
Tak sepertiku, Hanae Riko sering berbicara dengan orang tuanya yang di luar negeri melalui Skype, dan terkadang aku ikut bergabung untuk meyakinkan orang tuanya.
Jadi saat itu, kami harus memanggil satu sama lain dengan nama belakang agar hubungan kami tak dicurigai.
Namun, aku sering membuat kesalahan secara tak sengaja memanggilnya dengan nama depan. Karena itu, dia mengusulkan agar kami saling membiasakan diri memanggil nama belakang kami masing-masing.
[TL: sedikit info, di Jepang ada dua nama, nama depan (nama keluarga) dan nama belakang (nama asli). Biasanya mereka saling panggil dengan nama depan, dan yang boleh manggil dengan nama belakang itu cuma orang-orang terdekat aja kek keluarga, sahabat, dsbg...]
Hanae Riko benar.
Untung saja, orang tuanya bilang, "Kamu hanya belum terbiasa. Itu normal, kok.", tapi tentu saja itu takkan bertahan lama.
Aku sih tak masalah jika dia memanggilku dengan nama belakangku, karena di sekolah, aku dan Hanae Riko tetap bersikap seperti biasa.
Itulah sebabnya, kami memutuskan untuk saling memanggil dengan nama belakang, tapi tak peduli berapa keras aku mencobanya, itu tak berjalan mulus.
Hanya memanggilnya dengan 'nama belakang', loh?
Tak mungkin.
Hanya mereka yang sering berinteraksi dengan para gadis yang akan berpikir seperti itu.
Sebagai pria yang tak populer, aku tahu sendiri betapa istimewanya nama belakang seorang gadis itu.
Karena itu, aku butuh pencerahan jadi kubilang padanya, "Aku ingin waktu sebentar untuk mempersiapkan hatiku".
Ngomong-ngomong, Hanae Riko sudah memanggilku "Minato-kun" sejak kami memutuskan itu.
Dia tak ragu-ragu meski terlihat agak malu.
Ekspresinya sangat samar sampai aku hampir melewatkannya, tapi entah kenapa melihat itu, membuat diriku merasa seolah-olah ada panah yang menembus jantungku.
Dan juga, semakin lama aku menundanya, semakin sulit juga bagiku memanggil Hanae Riko dengan namanya.
Seistimewa itulah 'nama belakang' bagiku.
Tentu aku tak bisa memberitahu Hanae Riko kalau itu alasanku, dan aku juga yakin dia pasti melihatku sebagai pria yang meragukan dan suka menunda-nunda janji.
Tapi, aku tak mau tak disukai apalagi dibenci olehnya. Jadi jika aku terus seperti ini, masa depanku pasti akan suram.
...Menyerah itu tak bagus, bukan?
Kalau kau tak mau dibenci, ayo beranikan diri dan berusahalah.
Itu hanya sebuah nama.
Katakan saja namanya.
Pokoknya, aku harus membiasakan diri menyebut namanya walaupun itu hanya di dalam hati.
Sebenarnya, kenapa aku terus memanggil istriku sendiri menggunakan nama lengkapnya, ya? [TL: nah lu baru sadar?]
Kayak menyebut nama seorang selebriti saja...
Tidak, itu tidak salah.
Bagiku, Hanae Riko adalah 'Takane no Hana' yang lebih dari seorang idol ataupun aktris.
"Bagaimana bisa aku berani..." [Minato]
Aku bergumam dengan wajah serius dan menghela napas. Melihat itu, Hanae Riko meletakkan tangannya di mulutnya dan tertawa pelan.
"Jadi Minato-kun butuh keberanian untuk menyebut namaku?" [Riko]
"Itu karena... Aku belum pernah memanggil seorang gadis dengan nama belakangnya." [Minato]
"Bukankah pernah saat kecil? Saat masih di taman kanak-kanak?" [Riko]
"Ah... Itu mungkin benar. Tapi memangnya ada yang masih ingat saat itu?" [Minato]
"Eh. Aku masih ingat, loh? Tapi kudengar memang ada beberapa orang yang tak ingat masa kecil mereka. Mungkin Minato-kun salah satunya." [Riko]
"Yah, bagaimanapun, tentang namamu..." [Minato]
"Keberanian, ya... Kalau begitu, ayo kita lakukan strategi paksa, oke?!" [Riko]
"Apa maksudmu?" [Minato]
"Mulai sekarang, aku tak akan berbicara dengan Minato-kun sampai kamu memanggil namaku." [Riko]
"Heee...?!" [Minato]
A-apa-apaan itu...?!!
"Tunggu, Hanae-san, mulai sekarang apa...?" [Minato]
Mendengar kata-kataku, Hanae Riko membalikkan badannya.
Uwaa...
Dia tak akan berbicara padaku mulai sekarang, gimana nih...
"Ano, tapi hatiku belum siap..." [Minato]
"..." [Riko]
Hanae Riko tak menoleh.
Dia tetap diam.
Aku tak bisa...
Ketika aku melihat ekspresinya dari belakang, bibirnya tertutup rapat dan dia terlihat seperti berusaha menahan sesuatu.
Itu artinya, jika aku tak menyebut namanya, dia akan tetap seperti ini...
Itu... cukup sulit...
"Tunggu. Aku mengerti. Baik, akan kukatakan. Aku akan mengatakannya." [Minato]
Aku mengepalkan tanganku dan menutup mata.
Di dalam hati, aku meyakinkan diriku.
Aku bisa, aku bisa, aku bisa.
Aku pasti bisa mengatakannya.
"Aku bisa, aku bisa, aku bisa, aku bisa mengatakannya............ Ri............ Riko..." [Minato]
Suaraku kabur dan sempat berhenti di tengah kalimat.
Meskipun hanya dua huruf, aku tetap tak bisa mengatakannya dengan benar.
Aku merasa ingin menghilang karena begitu menyedihkan.
Tapi tolong maafkan aku.
Karena bagiku dua huruf itu sangat istimewa.
...Jadi, apa aku lulus?
Ketika aku mendongak dengan cemas, dia berbalik dengan pipinya yang memerah dan menatapku.
"Waa, gimana, nih... A-aku jadi malu... Tapi aku senang..." [Riko]
Dia berkedip berulang kali dengan kedua tangan di pipinya.
Reaksinya sangat imut.
"Jadi seperti ini rasanya ketika seseorang memanggil namamu... Terima kasih, Minato-kun." [Riko]
"I-iya." [Minato]
"Sebenarnya, jika aku tidak berbicara denganmu sepanjang waktu, aku tak tahan." [Riko]
"Eh, kok gitu?" [Minato]
"Unn. Ya itu karena sulit untuk mengabaikan Minato-kun, tahu..." [Riko]
"Ah, i-itu benar." [Minato]
Dia sangat baik...
Tak peduli siapapun orangnya, dia tak mau mengabaikannya dengan alasan apapun.
Meski begitu, dia mau mengambil peran yang tak disukainya hanya untukku...
"Terima kasih Hanae-san, karena telah membantuku." [Minato]
"Hmm... 'Hanae-san'?" [Riko]
"Ah, ti-tidak... Riko." [Minato]
"Fufu... Nee~, Minato-kun, aku akan membeli kue saat pulang nanti, ya!" [Riko]
"Kue? Untuk apa?" [Minato]
"Karena Minato-kun memanggil nama belakangku, jadi hari ini adalah hari spesial bagiku. Hari ini adalah hari jadi kamu memanggil namaku." [Riko]
Dia melipat tangannya ke belakang pinggangnya dan tersenyum ke arahku.
Pipinya masih merah dan matanya berseri-seri karena bahagia.
Aahh, cukup.
Dia terlalu manis, itu curang.
Kenapa jadi kau yang bahagia?
Untung aku adalah orang yang ragu dan tak percaya diri, mungkin jika aku orang normal, aku pasti salah paham. [TL: emng gk normal kmprt]
Tapi yang pasti... Aku sangat lega telah berani menyebut nama belakangnya.
Entah kenapa, aku ikut bahagia melihatnya bahagia.
Bagiku, hari ini adalah "Hari jadi melihat senyum spesial Hanae Riko".
Malam itu, dia benar-benar membeli dua kue stroberi dan kami pun mengadakan pesta kecil berdua.
0 Komentar