Chapter 12 - Dia memberikanku keberanian ketika aku tak percaya diri (Bagian 2)

Penerjemah : DuJu

    Aku buru-buru menyembunyikan kuenya ke dalam tasku.
    Namun karena terlalu buru-buru, aku tak bisa memasukkannya.

    Ah, sial.
    Kenapa tak mau masuk?
    Oh, itu sedikit miring ternyata......!

    "Minato-kun?" [Riko]

    Terdengar suara penasaran dari balik pintu.
    Sepertinya akan mencurigakan jika membuatnya menunggu terlalu lama.
    Aku tak ada pilihan lain selain menyembunyikan kuenya di belakangku dan menjawab Riko.

    "Aku ingin bertanya, bolehkah aku memanaskan lauknya sekarang?" [Riko]

    "A-aaa, ah, ya! Silakan...!" [Minato]

    "...Minato-kun, apa kamu menyembunyikan sesuatu?" [Riko]

    "Ti-tidak, kok!" [Minato]

    "Kamu bohong, fufu~ apa itu?" [Riko]

    Riko dengan jahil mencoba menyelinap dan mengintip ke belakangku.

    "Uwaa, S-stop!" [Minato]

    Aku buru-buru memutar tubuhku untuk menghindarinya, tapi ternyata itu adalah ide yang buruk.
    Sebuah kotak kue terlepas dari tanganku dan dengan keras jatuh ke lantai.
    Tutupnya tak terbuka, tapi sayangnya kuenya hancur dan terlihat berantakan sekarang.

    "Ma-maaf... Aku tak bermaksud..." [Riko]

    "Ti-tidak, bukan salah Riko, kok." [Minato]

    Ketika aku duduk dan memungut kuenya dengan putus asa, Riko ikut berjongkok di depanku.

    "Itu hancur... Aku sungguh minta maaf." [Riko]

    "Tak apa, itu karena aku yang mencoba menyembunyikannya." [Minato]

    "...Kenapa kamu menyembunyikannya?" [Riko]

    "......" [Minato]

    Oh, iya... Sial...
    Karena tindakanku tadi, aku tak bisa bilang, "Itu kubeli sendiri untukku", begitu saja.
    Karena sudah begini, aku tak bisa menyembunyikannya lagi.

    Aku menarik napas dalam-dalam dan mengaku kalau aku membeli itu untuknya sebagai ucapan terima kasihku.

    "Bohong... Itu untukku...?" [Riko]

    "Ah, awalnya begitu, tapi setelahnya aku sadar kalau membelikan kue dari supermarket itu bukanlah cara berterima kasih yang bagus. Karena itu, tolong anggap saja ini tak pernah terjadi." [Minato]

    "Tak mungkin, lah! Soalnya, aku bahagia, loh!" [Riko]

    "...Jangan memaksakan dirimu." [Minato]

    "Aku tidak memaksakan diri." [Riko]

    "Tak apa, aku tahu betul. Laki-laki sepertiku tak bisa membahagiakan Riko... Aku minta maaf karena yang bisa kulakukan hanya meminta saja... Aku sungguh menyedihkan." [Minato]

    "Jangan bilang begitu...!" [Riko]

    ".....!" [Minato]

    Dia menatap lurus ke mataku dan membuat bahuku terpental.
    Dia sangat dekat.
    Begitu dekat hingga aku bisa melihat bayanganku di matanya.

    Terkejut, aku mengalihkan pandanganku untuk melarikan diri.
    Tapi dengan cepat, sepasang tangan hangat menyentuh pipiku dan memaksaku untuk menghadapnya.
    Dengan kedua tangan yang menahan pipiku, Riko terus menatap mataku.
    Aku tersentak dan tanpa sadar menahan napas.
    Riko yang terus menahan pipiku, terlihat jauh lebih terluka daripada aku.
    Aku merasa syok karena itu.

    Kenapa dia... membuat wajah seperti itu...
    Apa kata-kataku menyakiti Riko...?
    Bagaimanapun... Aku sudah bilang aku menyesal, kan?

    "Jangan berpaling dari perasaanku...!" [Riko]

    "Riko..." [Minato]

    "Minato-kun, setiap kali aku memasak untukmu, kamu selalu bilang 'itu enak', kan? Dan setiap aku melakukan pekerjaan rumah, kamu juga selalu mengatakan 'terima kasih' atau 'menakjubkan!', ya kan? Kamu dengan jeli melihat semua perubahan kecil dan selalu mengungkapkannya dengan kata-kata. Tak mudah melakukan itu, tahu? Karena kamu melakukan itu semua dengan mudah, jadi kuyakin kamu adalah orang yang peduli dan perhatian." [Riko]

    Apa yang kau katakan?
    Kamu lah yang seperti itu Riko, bukan aku.

    "Dibandingkan semua hal yang dilakukan Riko, rasa terima kasihku bukanlah apa-apa..." [Minato]

    "Mo~, kamu salah... Minato-kun, kamu tidak mengerti...! Tahukah kamu kalau kata-katamu itu membuatku senang...?!" [Riko]

    "A-ah, maafkan aku." [Minato]

    Ini pertama kalinya Riko marah kepadaku, jadi aku secara refleks meminta maaf.
    Aku tak mampu memahami kata-kata yang dia ucapkan kepadaku.
    Riko mungkin terkejut dengan reaksi menyedihkanku, dia bergumam, "itu curang..." dan kembali dengan tatapan lembut.

    "Kau tahu, Minato-kun itu adalah orang yang jauh lebih baik dari yang kukira, loh." [Riko]

    "Tapi..." [Minato]

    "Apa kamu pikir aku berbohong?" [Riko]

    "......Tidak, itu tak mungkin." [Minato]

    "Kalau begitu percayalah padaku! Minato-kun itu luar biasa, tahu?!" [Riko]

    "......!" [Minato]

    Kata-kata yang diberikan Riko kepadaku terasa seperti sihir yang menyentuh hatiku.
    Aku adalah seorang pria pemalu nan pesimis dan tak percaya diri, tapi gadis yang kukagumi mengatakan padaku bahwa aku adalah pria yang luar biasa. 
    Aku yang tak menyukai apa pun dari diriku sendiri merasa sebuah harapan kecil lahir di dalam diriku.

    "...Dan juga Minato-kun, kamu tak perlu memberikan sesuatu sebagai ucapan terima kasih. Aku melakukan pekerjaan rumah tangga bukan karena ingin hadiah. Tapi aku hanya ingin membantu Minato-kun dan membuatmu bahagia, walau sedikit..." [Riko]

    "Kenapa...?" [Minato]

    Ada sebuah pertanyaan sederhana di pikiranku dan ketika aku mengatakannya, Riko tersentak seolah dia terkejut.

    "Ah, a-ano, i-itu... ituu..." [Riko]

    Tiba-tiba perilakunya berubah drastis dan dia mulai panik.
    Aku pun tak mengerti kenapa dia panik.

    "Po, po-pokoknya, Minato-kun tak usah khawatir dan biarkan saja aku melakukan segala macam seperti sebelumnya...!" [Riko]

    "Tapi kenapa ka‒‒" [Minato]

    "Aku... senang melayanimu...!" [Riko]

    "Eh?" [Minato]

    "Aku ingin melayanimu, dan aku sangat senang saat melakukan itu. Itulah maksudku..." [Riko]

    "Aku mengerti... Tapi, itu..." [Minato]

    Aku akhirnya paham bahwa dia merawatku atas kemauannya sendiri, tetapi aku terkejut ketika tahu kalau Riko senang atas itu.

    Kemudian aku teringat, sebuah acara TV berjudul "Acara Khusus Para Aktris Wanita yang Terjebak dengan Seorang Pria Tak Berguna". [TL : kata aslinya itu 'Pria Himo' yang artinya pria yang gak punya pekerjaan dan selalu bergantung pada istrinya... Jadi 'gak berguna' lebih tepat mungkin...]
     Mereka mengeluh tentang bagaimana dia telah memberikan banyak uang kepada seorang penggila judi, dan bercerita bagaimana mereka menyiapkan makan malam setiap hari sambil menunggu bajingan itu pulang. Tapi entah kenapa, "Meski aku lelah, aku masih mencintainya.", mereka berkata seperti itu dengan penuh kasih.

    ......Kuharap kau akan baik-baik saja, Riko.
    Karena aku merasa kau akan masuk ke rute yang sama dengan mereka...

    "...Aku tak bermaksud menjelekkan seleramu, tapi kau harus berhati-hati agar tidak jatuh cinta pada orang jahat. Karena ada beberapa pria di luar sana yang akan memanfaatkan kebaikanmu." [Minato]

    Karena aku khawatir, aku mengatakan itu padanya, tapi Riko malah memutar matanya dan tertawa.

    "Lalu, apa Minato-kun orang jahat?" [Riko]

    "Eh?! Aku?! Tidak, tidak, aku bukan orang seperti itu...!" [Minato]

    Tak mungkin aku mampu menipu seorang wanita apalagi memanfaatkannya.
    Lagipula, aku juga tak mau...

    "Kalau begitu kurasa aku takkan tertipu oleh orang jahat manapun." [Riko]

    Tanpa tahu apa maksudnya berkata "Kalau begitu", aku bertanya "Beneran?" kepadanya, lalu Riko menggelengkan kepala dan menjawab "Beneran". [TL : maksud si Riko ngomong 'kalau begitu (sorejyaa)' itu karena si Minato bukan orang jahat... Jadi si Minatonya aja yg goblok]

    "O-okelah, kalau begitu." [Minato]

    Aku tak ingin sama sekali melihat Riko tak bahagia, jadi aku sangat lega mendengar itu.


------------


    Setelah itu, Riko dengan rapi memindahkan kue yang telah hancur di dalam kotak ke atas piring, lalu kami memakannya bersama dengan teh yang telah dia buat.

    Yah, seperti yang kuduga, kuenya terasa seperti yang di beli di supermarket.
    Tapi sepanjang waktu, Riko tersenyum.
    Terlebih lagi, sambil mengunyah kue, dia berbisik.

    "Minato-kun... Aku sangat senang sekarang, loh...?" [Riko]

    Seketika, aku merasa rasa strawberry di mulutku terasa jadi lebih manis sepuluh ribu kali lipat.
    Aku tak tahu kalau Riko begitu sukanya dengan kue itu hingga dia mengunyahnya dengan bahagia, jadi aku bersyukur sudah membelinya.

    Mulai sekarang, aku akan mencoba memberanikan diri untuk melewati pintu toko kue itu.
    Toko itu adalah toko kue mewah yang berada tepat di depan stasiun Ofuna.
    Aku tahu tempat itu memiliki reputasi yang baik.
    Namun, setiap kali aku melihatnya, toko itu penuh dengan pelanggan perempuan, karena itu aku tak berani memasukinya dan hanya melewatinya dengan cepat setiap saat.
    Tapi, jika itu untuk Riko, aku merasa bisa melakukannya.

    Karena Riko sudah meyakinkanku sebagai pria yang baik...
    Aku merasa sedikit lebih kuat sekarang.





<<  ==  >>

0 Komentar