Chapter 14 - Istriku mengigau dan menyelinap masuk ke dalam kamarku (Bagian 2)

Penerjemah : DuJu

    Aku punya firasat buruk dan melompat dari tempat tidur.
    Aku membuka kunci dan menarik pintu secara perlahan, lalu mengintip sedikit‒‒ah, seperti yang kuduga.
    Riko yang tertidur bersandar di pintu, jatuh ke arahku.
    Dengan cepat, aku berjongkok dan menahan punggung Riko.

    Bahkan dalam keadaan seperti ini, Riko juga tak bangun.

    "Riko? Bangunlah!" [Minato]

    Bahkan saat aku membangunkannya juga, dia hanya menggerakkan mulutnya dan bergumam lucu.

    "Riko, kau akan masuk angin kalau tidur di sini, jadi pergilah ke kamarmu, oke?" [Minato]

    "Nnn... aku maunya di kasur Minato-kun..." [Riko]

    [TL: di sini Riko sebenarnya bilang 'futon' tapi biar lebih enak aja saya ganti 'kasur', karena yang dipake ama Minato (Riko juga) memang futon tapi pake 'tempat' tidurnya juga... Itu dugaan gua sih, kalo salah nanti diperbaiki...]

    I-ini......
    Meski ini yang kedua kalinya, aku masih terguncang dan menelan ludah.

    Tapi, sungguh menakjubkan dia masih bisa tidur saat begini...

    Tak kusangka, seorang gadis cantik yang selalu sempurna menangani apapun punya kelemahan seperti ini.

    Tapi yang pasti, aku tak bisa membiarkan Riko tidur di sini.

    "Riko, aku akan mengantarmu, oke." [Minato]

    Dia mungkin tak mendengarnya, tapi aku tetap meminta izin dan mengambil napas dalam-dalam untuk mengumpulkan keberanian sebelum menyetuhnya.
    Yo-yosh...

    Aku mengambil tangannya dan melingkarkannya di bahuku, lalu mengangkatnya.
    Tubuh Riko sangat ringan hingga aku yang tak punya otot pun dapat dengan mudah menggendongnya.


    Dengan begitu, aku membawa Riko ke kamar tidurnya.
    Ini pertama kalinya aku masuk ke kamar ini saat malam hari.
    Aku mencoba untuk tidak melihat bagian dalam kamar sebanyak mungkin, dan berusaha sekuat tenaga untuk mengalihkan pikiranku agar tidak berpikir yang aneh-aneh.

    Saat aku membaringkannya di tempat tidur, Riko segera membalikkan badannya dan menghadap ke arahku.
    Sambil berpikir seperti seorang biksu, aku memakaikan Riko selimut. [TL: wkwk... sagemode]

    Dengan begini, misi selesai.
    Aku menghembuskan napas dan mencoba meninggalkan kamar, tapi tiba-tiba lengan bajuku di tarik.

    "Jangan...... tetaplah di dekatku......" [Riko]

    Riko bergumam dengan nada takut sambil memegang erat lengan bajuku, namun setelah itu dia mengambil napas dan melanjutkan tidurnya.

    Petir masih bergemuruh di luar jendela.
    Walaupun dia terlihat sedang tidur, Riko mungkin tak bisa tidur dengan nyenyak.
    Sepertinya jika aku keluar, dia akan mengigau lagi.

    Aku duduk di samping tempat tidur dan menggaruk kepalaku dengan tanganku yang satu lagi, wajahku terasa semakin panas.

    Tak mungkin aku bisa melepaskan cengkeraman Riko padaku.
    Selain itu, aku senang bisa diandalkan oleh Riko walaupun dia tak sadar.
    Jika Riko bisa tidur dengan tenang hanya dengan berada di dekatku, maka begadang bukanlah masalah besar.
    Itulah yang kupikirkan.


------------


    Dan keesokan paginya.
    Saat ini, di depanku, ada Riko yang sedang menundukkan kepalanya di depanku, lebih rendah dari yang kemarin.

    "Aku sangat buruk...... maafkan aku, maafkan aku......" [Riko]

    "Riko, aku tak masalah...! Ayo, angkat wajahmu!" [Minato]

    "Lain kali saat ada petir di malam hari, aku akan membuat barikade di lorong sebelum tidur untuk melindungi Minato-kun dariku..." [Riko]

    "Ba-barikade...?" [Minato]

    Riko mengangguk dengan alis tajam yang luar biasa dan sikap yang menunjukkan kalau dia tidak bercanda sama sekali.

    'Melindungiku' dia bilang......
    Tapi aku mengunci pintu dengan maksud melindungi Riko dariku...

    "Hei, Riko. Ada yang ingin kutanyakan." [Minato]

    "Y-ya..." [Riko]

    "...Apa kau takut dengan petir?" [Minato]

    "......" [Riko]

    Bahu Riko terguncang dan matanya mulai berair.
    Jawabannya sudah terlihat dari reaksinya.

    "Kau ingin menyembunyikannya, ya?" [Minato]

    "Maafkan aku... Aku ingin menghilangkan semua hal yang tak kukuasai... Kupikir akan lebih berguna bagi Minato-kun jika aku tak memiliki kelemahan seperti itu..." [Minato]

    Tak kusangka, bahkan dalam situasi ini, Riko masih ingin bisa melakukan segalanya untuk orang lain.
    Aku terkejut dan kemudian tertawa kecil.

    "Setiap orang punya kelemahan, jadi jangan khawatir tentang itu. Tapi apa hubungannya 'takut petir' dengan 'berguna', sih?" [Minato]

    "Kalau Minato-kun juga takut petir, kau akan cemas dan ingin bergantung pada seseorang, kan...? Jadi kalau aku takut juga, kau tak bisa mengandalkanku jadinya..." [Riko]

     Idenya sangat imut.
    Ah, aku dalam masalah.
    Aku tahu aku tak layak untuknya, tapi aku makin jatuh cinta padanya.
    Aku senang sekaligus sakit hati.
    Mungkin seperti ini jatuh cinta, ya?

    "Riko, aku tak takut pada petir, jadi tak apa-apa mengandalkanku, loh?" [Minato]

    "...Tapi... jika aku mengandalkanmu... itu artinya... kita bakal tidur bersama, tahu...?" [Riko]

    "Eh, hmm. Itu benar juga...... Oh, iya..." [Minato]

    Tadi malam, saat Riko menahan tanganku, sebuah ide muncul.
    Aku ingin mengusulkan ide itu pada Riko, tapi dengan cepat kubuang karena kurasa itu tak mungkin.
    Tapi jika itu cukup untuk menghilangkan rasa cemas Riko.....

    ...Itu benar.
    Intinya, aku hanya harus menguatkan pikiranku dan menjaga kesadaranku tetap utuh...!
    Dengan alasan itu, kuyakin bisa melakukannya...!

    "Jika kau tak keberatan, kau mau tidur di kamar yang sama denganku hanya saat ada guntur saja? Ah, maksudku bukan tidur di ranjang yang sama, tapi hanya tidur dengan futon yang berdampingan. Aaahhhh, tapi kalau Riko tak mau, kau bisa bilang tidak! Ah, sudah kuduga itu mustahil. Maaf, tolong lupakan yang kubilang!" [Minato]

    Aku terengah-engah karena mengatakan itu dengan satu napas, dan aku merasa ingin menangis.

    Seumur hidup, aku tak pernah mengatakan hal seperti itu, tapi jika berhubungan dengan Riko, aku menjadi terlalu bersemangat dan berakhir salah tingkah.

    Aku...... orang yang menjijikan, bukan...?

    Setidaknya, aku seharusnya mengatakannya dengan lebih tenang.
    Tapi gimana lagi, aku hanya bisa menutupnya dengan alasan betapa kurang percaya dirinya aku.

    Namun beberapa saat kemudian, Riko yang membeku dengan mulut terbuka, mengatakan sesuatu yang tak dapat kupercaya.

    "Tu-tunggu! Apa boleh?! Sungguh sungguhan...?! Minato-kun, aku belum mengatakan apa-apa, tolong berhenti...! Akulah yang salah karena mengganggumu, tapi aku mau kok tidur bersama Minato-kun...... A, aaaaa, a-maksudnya, aku mau tidur dengan futon berdampingan denganmu, oke...?!" [Riko]

    Sepertiku tadi, dia mengatakan itu tanpa bernapas.
    Wajah Riko sangat merah dan dia menyentuh rambutnya dengan kacau.
    Itu sangatlah imut.
    Lagi-lagi, dia mendorong hatiku yang tertekan karena kecanggunganku.

    "Kau takkan menarik kata-katamu, kan...?" [Riko]

    "......Ah, i-iya.... Jika Riko mau, aku tak masalah." [Minato]

    Dengan mata bersinar, Riko tersenyum bahagia.
    Dengan begitu, di malam petir ini, janji canggung telah terbuat di antara kami.





<<  ==  >>

0 Komentar