Chapter 16 - Dunia luar menusukku dengan tatapan iri

Penerjemah : DuJu

    Pada jam pelajaran ke-6 di hari Rabu dan Jumat, diadakan perwalian yang panjang untuk memutuskan masalah kelas.
    Rabu kemarin, pembagian kelompok untuk karyawisata telah berakhir, dan sekarang hari Jumat, kami berkumpul sesuai kelompok untuk mendiskusikan tentang karyawisata nanti.

    Tempat tujuan kami adalah Kota Yokohama.
    Para siswa akan dibawa ke Stasiun Yokohama dengan bus, setelah sampai di sana, kami akan diberikan waktu selama enam jam.
    Jadi kami diminta untuk berdiskusi tentang apa yang akan kami lakukan selama waktu itu dan menyerahkan rencananya pada kami.

    ‒‒Nah.
    Ini adalah pertama kalinya kami berempat berkumpul sejak pembagian kelompok.
    Ketika kami memindahkan meja dan meletakkannya secara berhadapan, rasa tegang menyerbuku.
    Sepertinya, Sawa yang duduk di sampingku juga berada dalam kondisi yang sama.
    Ekspresinya mengerikan dan tatapannya kemana-mana.
    Dia menjadi orang yang berbeda dari yang kukenal, pria berisik dan banyak bicara.

    Tapi itu wajar, kan...?
    Karena kami, orang yang biasa-biasa saja, sedang duduk tepat di depan dua gadis yang tak mungkin kami jangkau.

    Saat aku melirik mereka, Riko sedang meraba-raba poninya dengan sedikit malu.
    Yap, dia imut.
    Tiba-tiba, Asakura yang di sebelahnya meletakkan tangannya di meja dan mencondongkan tubuhnya dan menatap kami berdua.

    "Nee~, apa kalian berdua gugup? Lucunya~" [Reina]

    Wah, itu dia.
    "Lucu", itu adalah sebuah kata yang hanya keluar dari para gadis supel, dan itu tidaklah lucu bagi kami.
    Malah, aku dan Sawa makin menegang.

    Gawat.
    Aku takut dengan gadis ini...

    Soundtrack film "Encounter with the Unknown" mulai terngiang-ngiang di kepalaku.
    ......Ah, hentikan.
    Bukannya film ini bercerita tentang karakter utama yang senang menghadapi hal-hal yang tidak diketahui?
    Tapi kalau ngomongin tentang film Spielberg, soundtrack film "Jaws" jelas lebih tepat untuk menggambarkan perasaanku.

    Selain itu, bukan hanya Asakura, tetapi semua tatapan dari luar sangatlah menakutkan.

    Aku bisa mendengar orang-orang yang duduk di sekitar kami, bukannya berdiskusi, mereka malah mengeluh tentangku dan Sawa.

    "Kenapa mereka...... aku tak mengerti."

    "Melihat tempatnya diisi oleh orang-orang culun itu, sungguh menyebalkan."

    "Kok bisa, ya? Ada yang tahu?"

    ......
    Ini sangat tak nyaman...
    Aku yakin itu sampai ke telinga Riko sekarang...
    Aku tak bisa melihat Riko karena tubuhku gemetar sekarang, aku jadi tak enak karena sudah membuatnya berpasangan dengan kami.
    Tapi tiba-tiba Asakura bersuara blak-blakan.

    "Mereka sangat iri pada kalian, sungguh konyol. Tapi mau bagaimana lagi. Itu karena Riko bilang dia ingin bekerja sama dengan teman masa kecilnya‒" [Reina]

    Ketika Asakura menyebutkan "Teman masa kecil", semua orang menjadi lebih berisik.
    Semuanya berteriak kalau mereka belum pernah mendengar hal itu sebelumnya.

    Aahh, cukup...

    Wali kelas meninggalkan kelas agar kami berdiskusi, tapi tak ada satupun dari mereka yang melakukan itu.

    Apa aku salah karena berharap terlalu besar untuk bekerja sama dengan Riko?

    "‒‒Tapi aku senang karena teman masa kecilmu muncul. Saat karyawisata kelas satu dan dua, kami memutuskannya dengan undian, tapi masih saja ada beberapa orang yang tak rela dan mereka bertengkar di belakang gedung olahraga, deh. Ya kan, Riko?" [Reina]

    "Me-mereka berlebihan, tahu..." [Riko]

    "Kau pasti pernah dengar ada beberapa orang yang berkelahi lalu kena skorsing dari sekolah, bukan? Kupikir itu tak buruk karena orang yang memenangkan undian adalah pria tampan dari klub basket. Tapi tak kuduga itu malah jadi masalah sulit‒ Tapi dibanding itu, teman masa kecilmu ini..." [Reina]

    Asakura menatapku lalu tertawa.

    "Jelas tampak agak mecurigakan, laki-laki polos sepertimu bisa dekat dengan Riko. Tapi dengan begitu, anak laki-laki lain tak akan mengganggu, bukan?~" [Reina]

    "Rei-chan, tak boleh. Berhenti mengatakan hal buruk tentang Minato-kun!" [Riko]

    Riko yang selama ini tak nyaman dengan topik perkelahian itu, mengatakan itu sambil menyentuh lengan Asakura dengan lembut.
    Nada suaranya tenang, tapi sepertinya Riko sedang marah.
    Asakura yang juga menyadari perasaan Riko yang sesungguhnya, melebarkan matanya karena terkejut dan segera meminta maaf.

    "Maaf, Riko. Aku tak sadar, aku telah berlebihan. 'Teman masa kecil-kun' juga, aku minta maaf." [Reina]

    "Tidak, aku tak apa..." [Minato]

    "Tapi ini pertama kalinya aku melihat Riko marah seperti ini, loh." [Reina]

    "Aah... ano, aku... etto...... Maaf karena aku, suasananya jadi aneh..." [Riko]

    Kemudian, itu menjadi perang permintaan maaf.
    Asakura sepertinya tak segan untuk melakukan apa yang diminta Riko, dan dia meminta maaf padaku dan Sawa dengan sungguh-sungguh, jadi kuyakin dia bukanlah orang jahat.

    Ucapan Asakura juga menyebabkan anak laki-laki yang dari tadi menatapku penuh benci mulai tenang sambil mengatakan, "itu benar."

    Sepertinya aku juga lolos dari masalah karena hinaan Asakura juga. [TL: wkwk... gk jadi di lock satu sekolah...]

    Walaupun agak menyedihkan sebenarnya.
    Tapi, ini lebih baik daripada membuat Sawa dan Riko terlibat masalah juga karenaku.

    Dengan begitu, akhirnya semua orang berkonsentrasi untuk menentukan rute perjalanan mereka, dan kami juga bisa berdiskusi dengan lancar.
    Kami berdiskusi, atau lebih tepatnya hanya Asakura yang memberikan saran dan Riko mengangguk setuju, sedangkan aku dan Sawa hanya diam mendengarkan.
    Setiap kali Riko bertanya pada kami, "Apa kalian setuju...?", aku dan juga Sawa hanya mengangguk-angguk saja.

    "‒‒Jadi, kurasa beginilah rute yang akan kita ambil nanti~. Tapi, titik istirahat makan siang kita bakal ada di Taman Yamashita, ya kan? Kurasa aku akan bawa bento sendiri nanti." [Reina]

    "Oh, iya. Hanya ada beberapa tempat di mana kita bisa menggelar makan siang kita." [Riko]

    Riko mengangguk pada kata-kata Asakura Reina.

    "Tapi kenapa kubilang aku akan bawa bento sendiri, ya? Kedua orang tuaku sama-sama bekerja, jadi aku tak bisa meminta ibuku untuk membuatkanku bento, dan ujung-ujungnya aku beli di supermarket juga." [Reina]

    "Ah, a-aku juga...! Aku juga sama!" [Sawa]

    Sawa dengan canggung bergabung dalam percakapan.

    "Benarkah? Itu menjengkelkan~, sangat buruk, bukan?" [Reina]

    "Ya, ya, sangat buruk, sangat buruk." [Sawa]

    Sawa yang sangat gugup berbicara dengan gadis, menjadi seperti burung beo.
    Aku tak tahan dan bertanya-tanya, apa ini adalah Sawa yang kukenal saat berbicara padaku?

    Tapi‒oh iya, aku ingat kalau kami diharuskan membawa makan siang sendiri pada hari karyawisata.
    Aku melihat itu di bagian "Apa yang harus dipersiapkan" yang tercetak di selebaran yang sudah dibagikan.

    Tentu, aku tak bisa membawa bento yang dibuat oleh Riko.
    Jika orang lain melihat isi bento kami yang sama, mereka akan segera menyadari kalau hubungan kami lebih dari sekadar teman masa kecil.
    Sampai saat ini, tak ada masalah karena kami belum pernah makan siang bersama sebelumnya, tapi kali ini beda.

    Kali ini, aku harus membeli bento dari supermarket seperti dulu.
    Bagi lidahku yang sudah terbiasa dengan bento Riko yang lezat, sepertinya bento supermarket akan terasa hambar.

    Tapi saat aku sedang memikirkan hal itu, Riko mengangkat tangannya dengan gugup.

    "A-ano... jika kalian mau, aku bisa membuatkan bento untuk kalian semua, loh...?" [Riko]

    "Eh?" [Minato]

    "Bohong, kyaa...! Horee...! Aku mencintaimu, Riko!~" [Reina]

    "...Ap-guahh?!!" [Sawa]

    Aku terkejut dengan usulan Riko, Asakura mengangkat kedua tangannya dengan gembira, sedangkan Sawa terpeleset dari kursi.

    Riko bilang dia akan menyiapkan mbento untuk empat orang...
    Itu pasti akan suit, loh...

    Apa tak apa-apa? Riko tersenyum padaku seakan-akan dia mengerti apa yang kupikirkan.

    Aku senang sih karena bisa memakan masakan Riko saat karyawisata nanti.....

    Sawa yang sedang duduk di lantai, terlihat sangat senang sampai mengeluarkan air mata.
    Begitu juga Asakura.

    Aku yang selama ini memakan bento buatan Riko, rasanya tak tega merenggut kebahagian mereka. 

    ......Okelah, saat hari karyawisata nanti, aku akan bangun pagi dan membantunya sebanyak mungkin.
    Aku memang tak pandai memasak, tapi saat aku membayangkan sedang berdiri di dapur bersama Riko, pipiku melonggar.
    Ah, tak boleh.
    Aku harus fokus, tak baik jika aku malah memperlambat Riko nanti...!

    "Beritahu aku jika kamu punya sesuatu yang ingin dimakan." [Riko]

    "Eh? Apa nih?! Aku bingung! Tunggu, aku akan buat list yang ingin kumakan! Pertama, ayam goreng, terus glazed carrots‒" [Reina]

    "Oh, aku telur dadar......" [Sawa]

    "Ah, itu juga! Ayo tulis-tulis~" [Reina]

    Sawa dan Asakura membuat daftar di bagian belakang kertas selebaran dengan wajah serius.
    Melihat keduanya sibuk, Riko dengan hati-hati mencondongkan tubuhnya ke arahku.

    "Aku ingin Minato-kun tetap memakan bentoku saat karyawisata...... Ini rahasia kita, loh." [Riko]

    "......!" [Minato]

    Aku merasa wajahku memerah dan buru-buru berdeham.
    Aku sungguh merasa tak berdaya menghadapi istriku yang sangat ingin melakukan segalanya untukku...





<<  ==  >>

0 Komentar