Chapter 17 - Aku dipuji dan disemangati oleh istriku

Penerjemah : DuJu

    Hari Karyawisata tiba.
    Karena aku ingin membantu Riko, aku bangun satu jam lebih awal dari biasanya dan segera menuju ke dapur.

    "Eh, Minato-kun...! Selamat pagi. Ini masih terlalu pagi, loh...!" [Riko]

    Mengenakan celemek kuning pucat di seragamnya, dia menutup pintu kulkas dan bergegas ke arahku.

    "Selamat pagi. Aku ingin membantumu... tapi ternyata aku malah telat bangun. Maaf." [Minato]

    "Tidak, kok! Aku juga baru bangun...! ‒‒kamu mau membantuku?" [Riko]

    "Aku tak yakin kalau aku berguna, sih..." [Minato]

    Yah, mungkin aku malah akan jadi beban.
    Aku memberitahunya kalau dia bebas mengusirku dari dapur bila aku menghambatnya, tapi Riko malah menyipitkan matanya dan tertawa dengan lucu.

    "Minato-kun ingin aku mengusirmu? Itu tidak benar, kok. Malahan aku senang kita bisa memasak bersama." [Riko]

    "Eh? Benarkah?" [Minato]

    "Ya! Karena itu malah..... terlihat seperti pengantin baru, bukan?" [Riko]

    Oh iya, Riko menyukai hal-hal yang berbau pengantin baru.
    Aku yakin itulah yang membuatnya senang.

    "Kalau gitu, bisakah kamu mencuci sayurannya?" [Riko]

    "Oke." [Minato]

    Syukurlah.
    Aku bisa melakukannya, seperti yang kuharapkan.

    Eh? Tapi apa lebih bagus jika aku mencucinya lebih lama agar tercuci dengan benar?
    Atau aku harus fokus pada efisiensi dan menyelesaikannya dengan cepat?
    Ini adalah sayuran yang dibeli di supermarket, jadi sepertinya tidak terlalu kotor.
    Tapi ini mungkin tak sehat...

    ...Astaga. Aku tak tahu mana yang benar.
    Aku ingin memarahi diriku sendiri karena sudah meremehkan tugas mencuci sayuran. [TL: sableng...]
    Yang terbaik adalah tak malu untuk bertanya...

    "Maaf, Riko. Mencuci sayurannya harus seberapa lama...?" [Minato]

    "Wa! Maaf aku tak menjelaskannya dengan benar...! Untuk sayurannya, cukup sampai bersih! Terus untuk kentangnya‒‒" [Riko]

    Riko bergerak ke sebelahku dan menunduk di dekatku.
    Tak sepertiku yang panik karena bahu kami hampir bersentuhan, dia terus menjelaskan. Tampaknya dia tak sadar betapa dekatnya jarak di antara kita.

    "Seperti ini." [Riko]

    "A-ah. Aku paham." [Minato]

    Berkat penjelasannya yang cermat, aku akhirnya paham bagaimana melakukannya.
    Aku melakukan seperti yang dicontohkan tadi, dan Riko yang memperhatikan di sebelah, memuji pekerjaanku.

    "Ya, ya, seperti itu! Kamu hebat, loh!" [Riko]

    Walau aku hanya mencuci sayuran, tapi mendengarnya mengatakan itu membuatku merasa lebih termotivasi.

    "Apa yang harus kulakukan selanjutnya?" [Minato]

    "Kalau gitu, aku ingin kamu memotong sayurannya kali ini. Tapi sebelum itu, ayo kita kupas dulu menggunakan peeler." [Riko] [TL: hayo~ jangan jorok... dibacanya piler ya...]

    "Peeler?" [Minato]

    "Alat untuk mengupas yang ini, loh..." [Riko]

    "Aku baru tahu kalau alat ini punya nama..." [Minato]

    "Fufu~, namanya imut, kan?" [Riko]

    "Terdengar seperti nama Pokemon..." [Minato]

    "Hahaha, aku tahu itu!" [Riko]

    Riko tertawa mendengar kata-kataku.
    Lagi-lagi......  Kali ini, ada banyak kebahagiaan untukku.
    Sepertinya pilihanku untuk membantunya memasak adalah yang terbaik......

    Sebelumnya, aku takut tak bisa melakukannya dengan benar, tapi dengan bimbingan Riko, ini malah menjadi menyenangkan.

    Aku merasa ingin bersenandung saat melakukan pekerjaan ini.

    Kupas wortel, kupas kentang, kupas ubi.
    Lalu potong sesuai intruksi.

    "Waw, luar biasa, Minato-kun! Kamu hebat!" [Riko]

    Aku tertawa malu mendengar pujian Riko.

    "Riko, kau terlalu memujiku. Jika diajarkan seperti ini, anak SD pun juga bisa, loh." [Minato]

    "Eh?! Tapi Minato-kun, kamu bisa melakukannya hanya dengan sekali penjelasan dan kamu juga cekatan, tahu? itu sungguh luar biasa, loh!" [Riko]

    Ketika dia mendekatiku dengan wajah serius dan berkata, "Minato-kun sungguh luar biasa!", aku hanya membalas, "I-iya."

    ...Tapi tetap saja, kurasa penilaian Riko terhadapku terlalu berlebihan......

    "Juga, selain cekatan... Tangan Minato-kun juga sangat teliti hingga hatiku berdebar melihatmu..." [Riko]

    "Eh?" [Minato]

    "Ah...! Bu-bukan apa-apa...! Aku akan buat telur dadarnya, ya...!" [Riko]

    Riko membalikkan punggungnya dengan tergesa-gesa dan mulai menyiapkan telur dadar di meja dapur.

    Aku melirik ke belakang sambil berpikir...

    ...Memangnya melihat tangan seseorang yang teliti bisa membuatmu berdebar?

    Mungkin perilakuku sungguh membuatnya sedikit menyadariku.....

    Wah, tak mungkin, tak mungkin!

    Segera setelah sadar, jantungku berdetak seperti alarm kebakaran, dan aku napasku terengah-engah.
    Tenanglah, tenanglah diriku......

    Saat aku mencoba menenangkan diri, aroma lezat minyak wijen tiba-tiba menggelitik hidungku.
    Aku mendongak dan melihat Riko akan menuangkan telur ke dalam penggorengan.

    Telur menyebar di penggorengan dengan suara mendesis yang merdu.
    Riko dengan terampil menggerakkan sumpitnya dan menggulung telur dari satu sisi ke sisi yang lain.
    Setelah telur tergulung rapih, minyaknya di serap dikit-dikit menggunakan tisu dapur, lalu telur lain dituang lagi.

    Dan kemudian digulung lagi dengan terampil.

    ...Hee~, seperti inikah membuat telur dadar?
    Tapi, gimana caranya itu bisa tergulung dengan sangat rapih...?
    Sungguh pemandangan yang ajaib.

    Jika itu aku yang melakukannya, pasti berantakan.

    Aku sangat tertarik sehingga aku menatapnya dengan antusias, hingga Riko yang telah selesai memasak telur dadar, berbalik dan tertawa.

    "Aku gugup jika kamu terus menatapku seperti itu..." [Riko]

    "......! Itu benar. Maaf." [Minato]

    "Bukannya aku tak suka, tahu? Aku cuma malu...... Ah, nee~, Minato-kun. Maukah kamu mencicipi telur dadarnya?" [Riko]

    "Eh! Boleh?" [Minato]

    "Iya, tentu saja." [Riko]

    Kalau gitu, akan kucoba.
    Ketika aku mencoba mengambil sumpit untuk mencicipi telur dadar di piring, Riko menghentikanku sambil berkata, "Tunggu!".

    "Nnn?" [Minato]

    "Oke, ini dia." [Riko]

    ".....!" [Minato]

    Sambil tersenyum, Riko menyuapiku telur dadar dengan sumpitnya.
    Dan tentu saja, aku harus menerimanya...

    Ini......
    Ini adalah pertama kalinya dia menyuapiku sejak kami menikah. Sebelumnya memang pernah, tapi itu saat aku sakit dan waktu itu yang kumakan adalah bubur.

    Walau ini adalah yang kedua kalinya, ini masih tetap memalukan.
    ...Tapi, aku sedikit senang......

    Aku tak ragu-ragu lagi seperti yang pertama.
    Karena kali ini, tak ada alasan untuk menolak suapan Riko.

    "......Selamat makan." [Minato]

    Aku membuka mulutku dengan perasaan mendidih karena malu.

    "‒‒nnn... Uwah..." [Minato]

    Sensasi lembut telur dadar dan rasa nostalgia, sangat lezat.

    "Ini sungguh lezat. Aku jadi ingin memakan semuanya." [Minato]

    Mendengar kata-kataku, ekspresi Riko sangat lega.

    Jika kita memasak bersama, inilah manfaat yang akan kita dapatkan...

    Kegembiraan mencicipi masakan.
    Senyuman Riko.
    Serta perasaan khusus memasak bersama di dapur kecil.

    Dulu, aku tak tertarik sama sekali dan berpikir bahwa memasak itu merepotkan. Tapi...
    Entah kenapa memasak bersama Riko sangat menyenangkan.

    Aku jarang ada di rumah saat Riko sedang memasak karena pekerjaan paruh waktuku yang hampir setiap hari, tapi aku ingin membantunya lagi, jika ada kesempatan.

    Aku tahu aku tak boleh terbawa suasana, tetapi aku mulai merasakan keinginan untuk menikmati pernikahan pura-pura ini bersama Riko.





<<  ==  >>

0 Komentar