Chapter 18 - Kereta yang penuh sesak membuat kami jadi lebih dekat

Penerjemah : DuJu

    Lauk pauk dan bola nasi yang telah dibuat Riko untuk kami telah dikemas dalam kotak bento yang mewah, dan sekarang aku membawanya di dalam ranselku dengan hati-hati.
    Kami meninggalkan sekolah dengan bus sesuai jadwal dan turun di depan bundaran Stasiun Yokohama, lalu kegiatan kelompok pun dimulai.

    "Yoosh! Ayo berangkat! ‒‒Jadi, lewat mana?" [Reina]

    Asakura, yang sepertinya tak tahu harus kemana, berjalan penuh energi sambil menoleh ke arahku.
    Tentu saja, Sawa tak membawa buku panduan karyawisata dan bendahara kami, Riko, saat ini sedang membeli tiket untuk kami berempat.

    Jadi akulah yang harus menjawab...

    "Pertama, kita akan mengambil jalur Minatomirai ke Stasiun Nihondori..." [Minato]

    "Hee~ Ada berapa stasiun?" [Reina]

    "Dari Yokohama dengan jalur Minatomirai itu lewat Bashamichi, lalu.........‒‒dan sampai di Stasiun Nihondori." [Minato]

    Aku menjawab pertanyaannya seperti robot.

    "Oh, begitu... Tapi kau tahu banyak hal juga ya, teman masa kecil?" [Reina]

    "Tidak, bukannya itu normal...?" [Minato]

    Kau bisa langsung melihatnya di buku panduan, tapi bukankah wajar untuk mencari tahu tujuan kita terlebih dahulu sebelum berangkat?
    Aku menahan untuk tak mengucapkan itu.

    "Eh? Itu tidak normal, tahu! Kupikir yang kau lakukan itu sangat hebat, tak sepertiku yang tak mempersiapkan apapun. Kau sungguh dapat diandalkan ya, teman masa kecil? Hal itu bisa membuat seorang gadis jatuh cinta padamu, loh?" [Reina]

    "A-aku kembali...!"

    Aku mendengar suara yang kukenal, jadi aku berbalik dan aku melihat Riko dengan tiket di tangannya.
    Entah kenapa dia terlihat terengah-engah.
    Apakah dia berlari saat kesini?
    Waktu kita masih banyak, bukan?
    Mungkin dia tak enak membuat kami menunggu.
    Riko adalah gadis yang seperti itu.

    "Ini tiketmu." [Riko]

    "Nnn, makasih." [Minato]

    Aku menerima tiket dari Riko dan berterima kasih padanya.
    Untuk sesaat, aku merasa Riko sedang menatapku, tapi itu mungkin hanya perasaanku saja.

    Setelah itu, kami menaiki kereta jalur Minatomirai yang cukup ramai.
    Karena itu, kami semua terdorong ke bagian belakang gerbong dan kami terbagi dua di antara kerumunan orang.
    Aku dan Riko saling berhadapan, sedangkan Sawa dan Asakura sepertinya terdorong ke arah yang berbeda dari kami, jadi aku tak bisa melihat mereka.
    Aku sudah memberi tahu mereka sebelumnya di stasiun mana kita turun, jadi tak akan ada masalah yang terjadi.

    "...Penuh juga ya...... Aku pun kaget..." [Riko]

    Di gerbong yang sama, aku bisa melihat beberapa siswa mengenakan seragam SMA yang sama dengan kami.
    Tapi untungnya, mereka cukup jauh sehingga tak dapat mendengar percakapan kami.
    Karena itu aku lega bisa berbicara dengan Riko secara rahasia.

    ...Apa boleh kami mengobrol hari ini?
    Tapi kami itu kan satu kelompok...
    Biasanya, kami keluar rumah secara bergantian dan berangkat sekolah secara terpisah.
    Tapi hanya untuk hari ini, aku bisa berbicara dengan Riko.
    Itu membuatku senang, jadi aku menjawab dengan suara pelan.

    "Iya. Tapi Enoden jauh-jauh banget, kan?" [Minato]

    "...Nee~, ini pertama kalinya aku naik kereta dengan Minato-kun." [Riko]

    Mustahil, Riko juga memikirkan hal yang sama.
    Di depanku yang terkejut, Riko menyipitkan matanya dengan malu-malu.

    "Ini agak menyegarkan." [Riko]

    "Hmm...?" [Minato]

    "Tak seperti biasanya, hari ini aku tak perlu lagi pura-pura tak kenal dengan Minato-kun...... Karena itu aku senang, hehehe...." [Riko]

    Aku tahu jika aku mengatakan sesuatu, itu akan terasa aneh, jadi aku hanya diam mengangguk.
    Tiba-tiba‒‒‒

    "Uwaah..." [Riko]

    Saat Kereta memasuki tikungan, kereta jadi berguncang dan Riko kehilangan keseimbangannya.
    Ketika aku mencoba menangkapnya, Riko menabrak dadaku.
    Kami berpelukan lalu tersentak secara bersamaan.

    "Ma-maaf..." [Riko]

    "Ta-tak apa..." [Minato]

    "Ah, bagaimana ini... Aku tak bisa mundur..." [Riko]

    Di kereta yang dari awal sudah sempit, ruang yang ditempati Riko dengan cepat terisi.

    "...Bolehkah aku seperti ini sebentar?" [Riko]

    "Eh! Boleh saja, kalau Riko tak masalah..." [Minato]

    "Kalau begitu, aku akan seperti ini sebentar saja..." [Riko]


    Riko dengan malu-malu mengatakan itu dan menundukkan kepalanya.
    Dari celah-celah rambutnya yang panjang dan halus, terlihat bagian belakang lehernya yang putih.
    Jantungku berdebar.
    Aku mencoba melindungi Riko agar tak terjepit kerumunan, sambil berharap detak jantungku berhenti meningkat sebelum Riko menyadarinya.

    Tapi ngomong-ngomong, jika aku tak satu kelompok dengan Riko, apakah ada orang lain yang menggantikan aku?

    ...Oh Dewa, terima kasih banyak.
    Sekarang, untuk pertama kalinya, aku berpikir bahwa menjadi pria sederhana sehingga Riko menganggapku tak berbahaya itu, ternyata tidak buruk juga.





<<  ==  >>

0 Komentar