Chapter 20 - Istriku dengan santainya mencocokkan diriku dengannya

Penerjemah : DuJu

    Waktu istirahat makan siang lumayan berisik.
    Begitu Asakura dan Sawa menyantap sesuap bento buatan Riko, langsung ada banyak kata-kata pujian yang keluar dari mulut mereka tentang betapa lezatnya itu.
    Hampir tak ada pujian lagi yang bisa kutambahkan.

    ... Aku juga berpikir ini sangat enak, tapi aku bingung apakah aku harus menyampaikannya juga kepada Riko dengan suara lantang.

    Tapi wajah Riko berwarna merah sekarang dan bergumam, "Ini memalukan...! ...Aku membuat ini dengan motif tersembunyi, maaf..."

    ... Sepertinya, Riko sedang diliputi kegembiraan sekarang.
    Syukurlah...

    Tapi, apa maksudnya motif tersembunyi?


------------


    Setelah makan siang di Taman Yamashita, kami berjalan menuju ke Chinatown.

    Seharusnya kami kembali melewati jalan yang sama dengan saat kami datang, tapi Asakura bersikeras ingin makan roti kukus sebagai cemilan, dan Riko juga menambahkan kalau jalan-jalan bisa melancarkan pencernaan.
    Tentu saja, kami anak laki-laki tak bisa berkata tidak.
    Kami berjalan di sepanjang jalan tepi pantai di Taman Yamashita sebentar, lalu keluar ke jalan utama, dan setelah melewati persimpangan, kami melihat gerbang Chinatown.

    Seperti yang diharapkan dari objek wisata.
    Tak hanya para siswa, jalan utama juga dipenuhi oleh kelompok orang tua, para wanita yang sedang jalan-jalan, serta sepasang kekasih yang sedang berkencan.

    Dipandu oleh Riko, kami menuju ke Yokohama Ma Zhu Miao. [TL: Yokohama Masobyo/Yokohama Mazu Temple, bebas mau yang mana...]

    Lorong berbentuk segidelapan penuh dengan warna dan menakjubkan untuk dilihat.
    Apalagi dengan lampion-lampion merah yang tergantung di atas lorong, memberikan kesan bergaya budaya china.
    Menarik rasanya, seolah-olah kita berada di negara asing meskipun berada di Jepang.

    "Kuil ini baru dibuka pada tahun 2006, namun karena mitos tentang keberuntungannya dalam cinta, tempat ini dengan cepat menjadi terkenal." [Riko]

    "Eh!! Kalau gitu aku harus berdoa dengan sungguh-sungguh!" [Reina]

    Asakura berseru lalu mengepalkan tangannya.

    Tentu saja, gadis-gadis sangat menyukai kisah asmara.

    Asakura dan Riko tertawa bersama sambil berjalan menyusuri jalan kecil menuju lorong.
    Aku dan Sawa mengikutinya.

    Selain kami, ada banyak siswa sekolah kami yang juga datang ke sini, setiap kelompoknya mirip seperti kami, anak perempuan yang bersenang-senang dan anak laki-laki yang terlihat bosan.
    Mengikuti orang-orang di sekitar yang ingin berdoa, kami memutuskan untuk membeli dupa dan mempersembahkannya.

    "Kudengar asapnya juga baik untuk kesehatan." [Riko]

    "Kalau gitu aku ingin mandi asap! Ayo Riko, asapi aku! Ya seperti itu, seperti i‒‒uhukuhuk." [Reina]

    "Waa, Rei-chan, kamu baik-baik saja?!" [Riko]

    "Tak apa! Sepertinya kalau berlebihan malah tidak baik!" [Reina]

    Asakura pun berseru, "Aku tak mau menghabiskan seluruh waktuku dengan belajar untuk ujian hanya karena aku kelas tiga SMA, dan aku juga ingin jatuh cinta jika ada kesempatan."

    Aku ingin tahu, apakah Riko juga tertarik dengan kisah asmara seperti Asakura.

    Membayangkan Riko memohon pada Tuhan untuk mempertemukannya dengan jodohnya, aku merasa tertekan.
    Aku memang tak punya hak untuk memikirkan hal seperti itu, tapi...

    Setelah mempersembahkan dupa, hatiku terasa semakin sakit ketika melihat Riko berdoa dengan menggenggam kedua tangannya.
    Mungkin, Riko sudah memiliki orang yang dia cintai.

    "Lihat! Mereka menjual jimat keberuntungan! Kyaa~ Imutnya! Bahkan ada Set Harapan Asmara juga! Aku akan beli yang ini! Oh, kenapa kalian tidak membelinya juga?" [Reina]

    "O-oke!" [Sawa]

    Sawa dengan serius merespon basa-basi dari Asakura.

    Asakura tak mendengar Sawa sama sekali dan mulai berlari sambil berkata, "Ada peramal juga!"
    Menanggapi itu, Sawa dengan gentlenya mengikuti Asakura dari belakang.

    ...... Padahal saat bersamaku, Sawa selalu berperilaku sesukanya.
    Yah, itu wajar sih jika sikap kita berbeda saat berinteraksi dengan lawan jenis.

    Ngomong-ngomong, Set Harapan Asmara itu apa...?

    Di dalamnya ada Jimat, benang merah, kartu harapan, dan bu-bubuk?

[TL: okeh... 'Ryouen Setto' itu kotak yang isinya seperti yang disebutin ama Minato, cuman karena gua gk tau kata yang cocok jadinya gua sebut 'Set Harapan Asmara' aja... Btw sama seperti gua, si Minato juga bingung apa dan buat apa itu bubuk...]

    Saat aku memiringkan kepala, Riko tertawa di sampingku.

    "Yang warna pink terlihat imut, ya. Kurasa aku akan beli yang itu... Kalau Minato-kun yang mana?" [Riko]

    "A-aku..." [Minato]

    Hatiku masih tertekan dan aku tak bisa memaksa meminta pada Dewa.
    Aku bahkan masih tak tahu perasaan apa ini.
    Dewa pasti takkan mendengar permohonan seseorang yang setengah-setengah, bukan?

    Saat Riko mengatakan, "Ada juga yang pasangan pria dan wanita, loh.", aku berkata, "Aku tak beli.", hampir bersamaan.

    "A, ka-kamu tak beli, ya? Oh begitu." [Riko]

    Eh?
    Riko, kenapa kau malah sedih?

    ...Mungkin karena sikap engganku, dia berpikir ini tanggung jawabnya yang memilih tempat ini...?!!
    Gawat, po-pokoknya, aku harus memperlihatkannya kalau aku bersenang-senang...!

    "Tapi aku sedang berpikir, apa boleh aku beli yang permohonan untuk kesehatan?" [Minato] [TL: bjir... di kuil cinta malah mintanya minta sehat... pinter jga ngelesnya...]

    "Eh? ... Permohonan untuk kesehatan?" [Riko]

    "Permohonannya bakal manjur, tidak ya?" [Minato]

    "...Tidak! Kupikir bakal manjur, kok!" [Riko]

    "Ah, ada dua macam! Biru dan merah, ya..." [Minato]

    Yah, kurasa aku akan pilih yang biru.
    Dengan begitu, aku mengambil jimat yang berwarna biru.

    "... Bolehkah aku membeli yang sama denganmu?" [Riko]

    "Boleh, tapi, bukannya Riko lebih suka permohonan keberuntungan cinta?" [Minato]

    "Tidak, tidak! Aku ingin berdoa agar memiliki kesehatan yang baik juga!" [Riko]

    "Eh? Apa kau sedang sakit? Apa kau baik-baik saja?" [Minato]

    "Aku baik-baik saja...!" [Riko]

    Kuharap kau selalu baik-baik saja...

    Dengan gelisah, Riko mengambil jimat dengan warna yang berbeda dariku, dan membayarnya.
    Aku juga membeli yang sama, warna biru tentunya.

    "... Aku senang bisa membeli jimat. Karyawisata itu menyenangkan, ya...!" [Riko]

    "Ya? Itu benar." [Minato]

    Segitu inginnya kah kau membeli permohonan untuk kesehatan?

    Tapi, aku juga setuju dengan pendapatnya, sih.
    Ini adalah pertama kalinya aku menghabiskan waktu seperti ini bersama Riko, dan itu memberiku banyak kenangan menyenangkan.
    Begitu juga sekarang.

    Riko tersenyum bahagia memegang erat-erat kantung berisi jimat di dadanya.
    Itu semua berkat karyawisata, aku bisa melihat senyumnya itu.

    Saat bersama seorang gadis yang kau cintai, momen biasa bisa menjadi sangat istimewa...

    Beberapa saat sebelumnya, aku merasa tertekan karena berpikir mungkin Riko sudah punya orang yang dia suka, tapi hanya dengan melihat senyumnya, semua perasaan itu berubah menjadi kebahagiaan.
    Pokoknya, aku senang bisa mengakhiri hari ini dengan perasaan bahagia.





<<  ==  >>

0 Komentar