Chapter 21 - Keinginan Istriku yang tidak kuketahui

Penerjemah : DuJu

    Setelah karyawisata berakhir, kehidupanku kembali seperti biasa.
    Tapi ada yang sedikit berubah.

    Contohnya, ketika aku berpapasan dengan Riko di lorong, dia mulai melambai malu-malu ke arahku.
    Bahkan dia juga tersenyum saat melihatku di kelas.

    Seperti yang kalian tahu, kami tak pernah mengobrol saat istirahat dan tak pernah juga pulang-pergi sekolah bersama, jadi hanya dengan kontak kecil seperti itu, aku sudah senang.

    ‒‒Tapi bagaimana dengan Riko sendiri? Aku pun tak tahu.


------------


    Malam itu.
    Setelah menonton dua film terbaru yang telah kuunduh berturut-turut di sofa ruang tamu hingga tengah malam, aku merasa sangat mengantuk.

    Ini sering terjadi, dan malas rasanya untuk pindah ke kamar tidur.
    Jadi aku mencari 'pw' dan mulai tertidur. [TL: posisi wuenak]

    Kemudian, aku bermimpi indah.

    Apakah ada seseorang yang bisa langsung sadar kalau dia sedang bermimpi?
    Kebetulan, aku selalu menyadarinya.
    Sekarang pun juga.

    Ketika aku memikirkan itu, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang lembut nan hangat di separuh tubuhku.

    Aku kenal dengan perasaan ini.
    Ini adalah kelembutan kurasakan saat Riko menyelinap ke tempat tidurku saat malam hujan petir.


    Mungkinkah dia menemukan diriku yang tidur di sofa dan bersandar padaku...?

    ‒‒bodo amat, lah.
    Jelas itu tak mungkin, jadi bisa dipastikan kalau ini adalah mimpi.

    Karena itu, aku tak mau bangun.
    Tak setiap hari aku bisa melihat mimpi bahagia seperti ini.

    Saat aku memikirkan itu dan menganggap bahwa ini adalah mimpi, Riko meringkuk di dekatku dan berbisik.

    "... Nee, Minato-kun..... Kamu sedang tidur, kan...?" [Riko]

    "..." [Minato]

    "...Maaf karena menempel padamu tanpa izin... Sungguh, aku juga ingin melakukan ini saat aku sadar..." [Riko]

    "..." [Minato]

    "Tak boleh, diriku. A-aku sudah bisa menikah denganmu, menjadi istrimu, dan tinggal bersamamu...... Bahkan walaupun itu hanyalah kepura-puraan, itu sudah cukup bagiku bisa berada di sisimu... Tapi, tetap saja aku semakin menjadi serakah..." [Riko]

    "..." [Minato]

    "...Aku sangat ingin berbicara lebih banyak dengan Minato-kun di sekolah... Dan lebih dari apapun.... aku juga ingin mengungkapkan perasaanku padamu...... Tidak, itu merupakan ide yang bodoh... Jika kau melakukan itu, Minato-kun akan meninggalkanmu, tahu...?" [Riko]

    Riko terus mengungkapkan kata-kata yang membuatku bahagia mendengarnya.

    Aaah, sialan.
    Aku tak ingin bangun dari mimpi ini, bahkan jika aku mati...!

    Tapi, mungkin karena emosiku yang terlalu kuat, tubuhku bergerak secara tak sengaja, dan Riko yang berada di sampingku, tersentak lalu kabur.

    Ah, tunggu.
    Kumohon jangan pergi.

    Walau mengharapkan itu, itu sudah terlambat.
    Rasa hangat di sebelahku menghilang, dan aku tak bisa mendengar kata-kata manis nan lembutnya lagi.

    Hal terakhir yang kudengar hanyalah suara langkah kaki yang menjauh.

    Perlahan, aku membuka mata dan melihat ke sekeliling ruang tamu.
    TV masih menyala dan sedang menayangkan film End Roll.

    Dan dari kejauhan, terdengar suara pintu yang tertutup.

    Riko......?

    "Eh? Sekarang ini... aku... sedang bermimpi, bukan...?" [Minato]

    Aku tertegun dan menatap pintu lorong.

    Itu pasti.
    Kalau ini kenyataan... Riko tak mungkin mengatakan itu.

    Tapi‒‒

    Keinginanku yang terdalam dan rasa rasionalitasku sedang berdebat di kepalaku.
    Setelah itu, aku terpaku menatap pintu.


------------


    Keesokan paginya, masih ada rasa penasaran di hatiku.
    Kemarin itu mimpi atau bukan, sih?
    Pertanyaan itu terus berulang-ulang di kepalaku.

    Ayo tanya Riko agar tahu jawabannya.

    Jika itu hanya mimpi, tak ada salahnya, bukan?
    Aku pun 99% yakin itu adalah mimpi.

    Lalu, kalau itu ternyata kenyataan...?

    ........................Ti-tidak, itu...... itu tak mungkin...... itu... aaaaaaaaaaahhhhhh...!!!

    Uaaahhh, tak bisa...!!!

    Tak bisa kubayangkan, mungkin saja Riko menyukaiku.
    Rasa gembira dari kemungkinan itu membuat otakku berhenti berpikir.

    Memikirkan kemungkinan Riko menyukaiku, itu terlalu sulit bagiku.

    Lalu, sekarang gimana?
    Apa kau mau mengakhirinya dengan, "Itu adalah mimpi yang bagus, ya."?

    Jika itu aku yang dulu, pasti itu yang kupilih.
    Dengan begitu, aku takkan sakit hati saat harapanku hancur karena kemungkinan 99% itu salah.
    Jadi aku bisa terus bahagia memikirkan 1%nya lagi. [TL: Intinya ngehalu kek klean...]

    ...Aku tahu yang kulakukan itu pengecut.
    Tidak, itu karena aku sudah tahu jawabannya.

    "‒‒Minato-kun? Apa kamu lagi tak enak badan?" [Riko]

    Saat ini, di depan kamar mandi, kami berdiri berdampingan untuk menyikat gigi.
    Melalui cermin, Riko menanyakan itu.
    Dan aku menatap Riko kembali melalui cermin.
    Lalu‒‒

    "Riko, tadi malam, apa kau datang ke ruang tamu?" [Minato]

    Tanpa sadar, mulutku bergerak sendiri.





<<  ==  >>

0 Komentar