Tsukushitagarina Uchi no Yome Nitsuite Dere temoiika? (Web Novel) - Bahasa Indonesia - Chapter 22
Chapter 22 - Orang yang dicintai istriku
Penerjemah : DuJu
Kejadian tadi malam itu nyata atau hanya mimpi?
Ketika kutanya, Riko mengedipkan matanya sebentar, lalu bertanya kembali padaku.
"Ke-kenapa...?" [Riko]
"Eh?" [Minato]
Aku bergeming, aku tak berpikir kalau dia akan menjawab "kenapa?" sebagai balasan.
Maksudku, seharusnya jawaban untuk pertanyaanku hanya "yes" atau "no", bukan...?
Sekarang, apa yang harus kulakukan dalam situasi ini?
Aku bermimpi bahwa Riko menempel padaku saat tidur, tapi aku merasa kalau itu nyata‒‒‒‒tak mungkin aku bilang begitu.
... Jika aku memberitahunya tentang mimpiku, perasaanku pada Riko jelas akan ketahuan.
Riko mungkin akan berpikir, "Jangan membuat diriku melakukan hal aneh dalam mimpimu!".
Aku sangat bodoh.
Ini bukan pertanyaan yang bisa kutanyakan dengan enteng...
Aku terlalu kurang ajar karena mengharapkan Riko memiliki rasa padaku dan mencoba memastikannya, padahal aku sendiri pun tak berani mengungkapkan perasaanku padanya.
Dan juga, apa aku ini menyukai Riko?
Aku bahkan tak tahu apakah perasaan Sawa pada Riko dan perasaanku padanya itu sama atau berbeda.
Tak peduli bagaimana aku memikirkannya, aku harus mengurus perasaanku sendiri dulu daripada mengurusi perasaan Riko...
Aku menghela napas pada diriku sendiri yang amatir dengan persoalan cinta.
"... Ah, bukan apa-apa. Lupakan saja." [Minato]
"... Sungguh?" [Riko]
"Ah, y-ya. Maaf telah mengatakan hal yang aneh." [Minato]
Setelah aku meminta maaf dengan menyedihkan, Riko menatapku seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, lalu berbalik dan bergumam, "Begitu, ya..."
‒‒Beberapa hari kemudian, hatiku terguncang dan aku mulai sadar dengan perasaanku.
------------
Pemicunya adalah sebuah surat.
Hari itu, saat istirahat, ketika aku sedang melihat majalah film di tempat dudukku seperti biasa, teman sekelasku, Hirose Mitsuki, datang berbicara padaku.
"Niiyama, bisa mengobrol sebentar?" [Mitsuki]
Aku terkejut dan menatap dengan heran.
Hirose, seorang pria berambut seperti abu yang diwax bergaya modern, dia adalah pria tampan dari klub musik ringan, dan salah satu tipe siswa yang berada di puncak hierarki sekolah.
Kami belum pernah mengobrol sebelumnya.
Apa sih yang diinginkan Hirose dariku?
"Ini, bisakah kau memberikannya pada Hanae-san?" [Mitsuki]
Aku melihat sebuah kertas yang diberikannya, lalu memiringkan kepalaku.
"... Kenapa aku?" [Minato]
"Karena kau teman masa kecil Hanae-san, kan?" [Mitsuki]
Oh, iya.
Sekarang, kami dianggap seperti itu di sekolah.
Tapi...
"Hmm, tapi bukankah lebih baik kau memberikannya pada Asakura-san?" [Minato]
"Tidak‒‒malah, Asakura langsung menolakku. 'Surat cinta? Berikan padanya langsung, lah!!', itulah yang dia bilang." [Mitsuki]
Aku mengangguk, respon itu jelas seperti Asakura.
‒‒Jadi, apakah surat ini surat cinta?
Kalau begitu aku tak mau menerimanya juga...
"Seperti yang Asakura katakan, kenapa tidak memberikannya langsung pada Hanae-san?" [Minato]
"Hanae-san sangat waspada pada anak laki-laki, dan terkenal suka menolak laki-laki yang ingin berbicara dengannya." [Mitsuki]
"Ah..." [Minato]
Sejak masuk sekolah, Riko telah menerima surat dan pengakuan cinta yang tak terhitung jumlahnya, jadi tak heran kalau dia mengambil sikap seperti itu.
"Pokoknya,ini ‒‒senang bertemu denganmu!" [Mitsuki]
"Wah, tung‒‒..." [Minato]
Itu dipaksakan padaku...
Hah...
Karena sudah menerimanya, mau tak mau aku harus memberikannya pada Riko.
Aku takut.
Sampai sekarang, Riko memang selalu menolak pria tampan manapun.
Tapi, tak ada jaminan kalau itu akan terjadi lagi.
------------
‒‒Biasanya, setelah bekerja paruh waktu, aku langsung menuju ke rumah dimana Riko menungguku pulang, tetapi hari ini kakiku terasa sangatlah berat.
Itu semua karena surat yang kubawa.
Aku pasti terlihat seperti seseorang yang sekarat, karena ketika pintu terbuka, hal yang diucapkan orang yang menyambutku adalah apa aku baik-baik saja.
"Apa yang terjadi...? Apa ada sesuatu...?" [Riko]
"Tidak, aku baik-baik saja." [Minato]
Menunda-nunda hanya akan membuatku rasa sakit di dadaku jadi lebih lama.
Jadi aku menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkan surat dari sakuku.
"Riko, ini." [Minato]
"...?" [Riko]
Riko dengan penasaran mengambil surat itu dan membukanya di tempat.
Segera setelah itu, wajahnya berubah merah padam lalu menatapku dengan air mata bahagia.
Ke-kenapa reaksimu begitu?
Jangan-jangan... Riko, kau menyukai Hirose, kah...?
"I-ini... Minato-kun... sungguhan...?" [Riko]
"... I-iya. Aku menerima itu darinya saat istirahat." [Minato]
"......Eh? Dari siapa...?" [Riko]
"Eh? Itu dari Hirose, tapi..." [Minato]
Bukankah dia menuliskan namanya di suratnya...?
Ketika aku memberitahunya sekali lagi apa yang terjadi selama istirahat, Riko menjerit tanpa suara dan jongkok di tempat.
"Riko, ada apa...?!" [Minato]
"... Uuuu, jahat..... Aku telah pergi ke surga dan neraka sekaligus dalam sekejap..." [Riko]
"...? Apa maksudmu?" [Minato]
"... Tidak ada...! ... Minato-kun, aku tak bisa menerima ini, tolong kembalikan padanya." [Riko]
Hirose ditolak.
Walau tak baik, aku merasa sangat bahagia mendengar itu hingga aku hampir melompat karenanya.
"Oke. Akan kukembalikan padanya besok. ‒‒Tapi, kenapa kau terus menolak pengakuan semua orang?" [Minato]
Itu memang sebuah pertanyaan simpel.
Tapi, aku tak menduga bahwa pertanyaan yang kuajukan tanpa sadar itu akan mencekikku kembali.
Entah kenapa, Riko terlihat cemberut dan sedikit tak nyaman, lalu menatapku dan berkata.
"... Aku... sudah memiliki seseorang yang kucintai..." [Riko]
0 Komentar