Tsukushitagarina Uchi no Yome Nitsuite Dere temoiika? (Web Novel) - Bahasa Indonesia - Chapter 37
Chapter 37 - Cara yang tepat bagi pasangan SMA untuk menghabiskan waktu mereka (Weekdays) ➀
Penerjemah : DuJu
Hari itu, benar-benar hari yang merepotkan.
Yang pertama, banyak sekali tatapan yang mengarah padaku.
Bukan hanya istirahat dan saat pindah kelas saja, tapi bahkan saat jam pelajaran pun sama.
Kebohongan tentang kami adalah teman masa kecil saja sudah menarik banyak perhatian, apalagi yang sekarang.
"Lihat, orang itu adalah pacarnya Hanae-san..."
"Eh...? Beneran...?"
Bersamaan dengan tatapan itu, samar-samar aku bisa mendengar gosipan mereka.
Iya, aku juga mengerti apa yang kalian katakan.
Sangat sulit dipercaya karena kami sangat tak cocok, ya kan?
Aku pun sangat setuju dengan itu.
Meski begitu, aku masih tetap ingin membuat Riko menyukaiku, maaf sudah serakah.
Aku tak suka menjadi pusat perhatian seperti ini.
Tapi kuyakin aku bisa melewati ini selama pernikahanku dengan Riko tidak terbongkar.
"Cinta dapat mengubah seseorang", kata-kata itu menyentuhku.
Lalu, hal merepotkan yang kedua, yaitu Sawa.
"Niiyamaaaaaaa!!! Kenapa kau tak bilaaangggg?! Kau jahat!! Kenapa aku baru tahu kau memiliki pacar bersamaan dengan teman-teman sekelas yang tak peduli denganmu?!! Apalagi, pacarmu adalah Riko-hime...!!! Aku cemburu, aku sengsara, bisa-bisa aku botak, nih!!!" [Sawa]
Tepat setelah jam pelajaran pertama selesai, Sawa bergegas ke tempat dudukku sambil mengatakan itu dan mulai menggaruk-garuk kepalanya.
Tatapan teman-teman sekelasku sungguh menyakitkan, jadi aku buru-buru menarik Sawa dan melarikan diri ke kamar mandi.
"Sawa, tenanglah! Maaf aku tak memberitahumu. Tapi orang itu adalah dia, loh! Makanya, aku tak bisa bilang kalau aku diam-diam berpacaran dengannya." [Minato]
"... Sudah kubilang, bukan? Riko-hime itu menyukaimu! Tapi kau bilang kau sudah memiliki orang yang kau suka! Jadi maksudmu, kau sudah berpacaran dengannya sejak saat itu, meskipun kau menyukai orang lain...?!" [Sawa]
A-astaga.
Kebohongan yang kukatakan di masa lalu, sekarang menjerumuskan ku kembali...
Aku kebingungan ingin menjawab apa, tapi tiba-tiba Sawa bersuara, "Aha...!", dan melipat kedua tangannya.
"Tidak, aku juga paham, sih... Kau tak perlu mengatakannya lagi. Aku tahu perasaanmu, kok." [Sawa]
"Hah?" [Minato]
"Walaupun kau menyukai orang lain, tak mungkin kau bisa menolak gadis seimut Riko yang menembakmu. Jadi aku tak bisa menyalahkanmu atas itu." [Sawa]
"Ah, aaa..." [Minato]
Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi aku senang dia bisa meyakinkan dirinya sendiri.
Namun, tentu saja, keterikatan Sawa yang merepotkan tidak berakhir di situ.
Setelah itu, setiap istirahat, Sawa akan selalu bertanya tentang Riko.
Apa beneran Riko yang menembakmu? Dan sejak kapan kalian berpacaran?
Tapi, karena aku belum membicarakannya dengan Riko secara spesifik, jadi aku hanya menjawab "Aku tak mau memberitahumu".
"Kenapa?! Kau bisa memberitahuku, tahu?!" [Sawa]
"Aku tak mau memberitahumu." [Minato]
"Tapi kenapa?!" [Sawa]
Sawa yang duduk di seberangku, mencondongkan tubuhnya ke arahku, mengabaikan makan siangnya.
Aku bersyukur kantin sekolah ramai seperti biasa.
Aku tak mau siswa lain mendengarnya...
"Niiyama, kenapa?" [Sawa]
"I-itu karena... A, ah. Pasanganku juga terlibat dengan ini. Jadi aku tak bisa membicarakannya sendiri." [Minato]
"Apaan, dah?! Kau malah jadi terlihat seperti selebriti yang baru saja ketahuan memiliki hubungan panas! Kalau gitu, coba kau tanya pada Riko-hime! Apakah boleh memberitahu sahabatmu, Sawa-kun, tentang kalian berdua?!" [Sawa]
"Aku tak mau." [Minato]
"Hei, Niiyama. Coba kau pikirkan baik-baik. Ini pertama kalinya kau pacaran, bukan?" [Sawa]
"Terus...?" [Minato]
"Apa kau pikir kamu selalu dapat memilih rute yang benar sendiri? Cinta itu seperti permainan wanita. Satu saja kesalahan, pacarmu, yang mengatakan dia menyukaimu itu, akan mulai berkata, 'Niiyama-kun, kamu menjijikan. Selamat tinggal.'" [Sawa]
"......" [Minato]
"Akan kutanyakan lagi. Apa kau yakin bisa selalu memilih rute yang benar sendiri?" [Sawa]
Darahku mendidih, yang bisa kulakukan hanyalah menggelengkan kepalaku.
Tentu saja aku tidak yakin.
"Maka dari itu, andalkanlah aku! Sang Ahli Cinta!" [Sawa]
"Tapi Sawa, kau belum pernah punya pacar, loh..." [Minato]
"Memang, sih! Tapi aku sudah banyak mempelajari tentang hubungan percintaan, tahu?!" [Sawa]
Hmm...
Aku ragu apa dia bisa kuandalkan...
Namun, melihat betapa tak berpengalamannya diriku, kurasa lebih baik memiliki seseorang untukku ajak curhat.
"Tunggu sampai aku bertanya pada Riko, apa boleh memberitahumu tentang kami berdua." [Minato]
"Okelah! Kalau gitu, aku ubah pertanyaannya!" [Sawa]
"...... Apa kita masih membicarakan hal ini?" [Minato]
"Tentu saja, lah! Aku belum mendapatkan informasi apapun!" [Sawa]
"Kau sialan, kau sungguh menikmati ini, bukan...?" [Minato]
"Apa maksudmu?! Aku ini 20% khawatir, dan 80% menikmatinya!" [Sawa]
Jadi, maksudmu, kau hampir menikmatinya, ya...!
"Kalau gitu, pertanyaanku selanjutnya adalah...... Kenapa kau tak makan siang bersama Riko-hime? Padahal kau pacaran dengannya, loh?" [Sawa]
"Eh? Bukankah itu normal?" [Minato]
"Hey, coba kau lihat itu!" [Sawa]
Aku mengalihkan pandanganku ke tempat yang ditunjuk Sawa dengan dahunya.
Di sana terdapat sebuah meja dua orang, dengan satu laki-laki bersama satu perempuan yang sedang makan siang di atasnya.
"Begitulah cara semua pasangan menikmati waktu mereka berdua bersama. Tak seperti orang dewasa, waktu yang dimiliki pasangan siswa SMA untuk dihabiskan bersama sangatlah terbatas. Bahkan kencan sehabis pulang sekolah, jika berkeliaran terlalu larut, kita bisa ditangkap." [Sawa]
"Ah, begitu ya." [Minato]
"Apalagi jika dihitung dengan pekerjaan paruh waktumu, berapa banyak waktu yang tersisa? Karena itu, satu-satunya waktu yang bisa kau habiskan bersama Riko hanya saat makan siang dan pulang sekolah, bukan?" [Sawa]
Tak mungkin aku bilang, "Kami selalu bersama saat pulang.", jadi aku hanya menjawabnya dengan senyum pahit.
"Hayo?! Apa yang terjadi dengan kalian?! ...... Aah! Jangan-jangan..." [Sawa]
"A-apa?" [Minato]
Mendengar itu, aku merasa panik.
"Kalian tidak bersama saat sekolah karena kalian berkencan hanya saat hari libur, ya kan?! Kau brengsek! Aku sangat cemburu!! Mati saja kau!!!" [Sawa]
Mendengar tebakan Sawa yang melenceng, aku mengelus dada.
"... Nah, jadi kencan seperti apa yang biasanya kau lakukan bersama Riko-hime? Katakan padaku, aku takkan memberitahu siapapun." [Sawa]
"Kencan..." [Minato]
Satu-satunya waktu kami berdua pergi bersama adalah ketika kami berbelanja di distrik perbelanjaan saat itu.
Ah, sial...
Haruskah aku berbohong bagaimana kami berkencan?
Tidak, seumur hidup aku belum pernah merasakan yang namanya kencan.
Itu takkan berhasil, kebohonganku pasti akan segera terungkap olehnya.
Kemudian, dia akan bertanya kenapa aku berbohong, dan jika aku ceroboh sedikit, bisa saja hubungan kami yang sebenarnya akan ikut terbongkar juga.
Karena itu, jika ingin berbohong berdasarkan kebenaran, yang harus kulakukan adalah berbicara jujur.
"Kami tak pernah berkencan." [Minato]
"Hah?! Itu bohong, kan?!" [Sawa]
"Tidak, ini beneran." [Minato]
"Memangnya kenapa?!" Lalu, foto yang diambil di distrik perbelanjaan itu apa?!" [Sawa]
"Itu hanya sekali, lagipula pergi berbelanja ke distrik perbelanjaan apa itu bisa disebut kencan?" [Minato]
"I-itu benar, sih...... Terus kenapa kalian tidak berkencan?! Ah, apa itu karena kalian menyembunyikan hubungan kalian berdua?!" [Sawa]
Tanpa sadar, Sawa melempar umpan yang bagus, jadi aku buru-buru menangkapnya.
"Ya begitulah! Jadi kami tak pernah berkencan selama ini." [Minato]
"Begitu, ya... Tapi mulai sekarang, kalian bisa pergi kemanapun yang kalian mau, bukan?!" [Sawa]
"Eh?" [Minato]
"Karena kalian tak perlu menyembunyikannya lagi. Kencanlah akhir pekan ini! Aku ingat kau bilang kau sedang libur, bukan?! Kalau begitu ceritakan padaku nanti, oke?!" [Sawa]
"Tidak, tidak, aku tak bisa!" [Minato]
"Kau ini... Para gadis membenci pria yang buruk dalam kencan, tahu?!" [Sawa]
"Eh...? Benarkah...?" [Minato]
"Jelas begitu. Maksudku, ini 'kencan', loh!! Seorang pria yang tak bisa memberikan hiburan serta kegembiraan bagi pacarnya saat kencan, jelas mereka akan ilfil." [Sawa]
Ilfil... [TL: Ilang feeling...]
Damage serangan kata tersebut terlalu tinggi hingga darahku nyaris terkuras habis.
Tapi, itu hanya terjadi jika Riko adalah pacarku sungguhan, bukan?!
Jadi kalau seorang pria dan wanita yang tidak berpacaran pergi berkencan, bisakah mereka mendapatkan apa yang disebut oleh Sawa sebagai "hiburan serta kegembiraan" itu?
Jika aku bisa melakukan itu, bukankah ini adalah kesempatan bagiku untuk membuat Riko berpikir bahwa berkencan denganku itu menyenangkan...?
"Dan lagi, jika mereka tahu kalian tak sering bersama saat di sekolah apalagi tak pernah berkencan, bisa-bisa akan ada banyak pria lain yang mengincar Riko-hime. Dari dulu, dia terkenal tak pernah tertarik dengan anak laki-laki, jadi mereka hanya bisa menganggapnya sebagai 'Takane no Hana' dan melihatnya dari kejauhan. Namun sekarang, dia memiliki pacar yang notabenenya adalah seorang pria biasa-biasa saja yang bernama Niiyama. Jika kau tak hati-hati, bisa saja segerombolan pengakuan yang terjadi pada Riko-hime saat pertama kali masuk sekolah akan terjadi kembali." [Sawa]
"... I-itu buruk..." [Minato]
"Ya, kan? Bahkan, ada banyak pria yang tak peduli dia punya pacar atau tidak. Jadi setidaknya, kau tak boleh membiarkan mereka berpikir ada celah dalam hubungan kalian." [Sawa]
"Lalu aku harus gimana...?" [Minato]
"Kau cuma harus bermesraan dengannya saat makan siang, lalu bermesraan saat berangkat dan pulang sekolah juga. Kau harus menunjukkan pada mereka kalau kalian berdua adalah pasangan yang mesra dan tak ada yang bisa masuk di antar kalian berdua." [Sawa]
"Be-begitu, ya..." [Minato]
Ini akan menjadi rintangan yang cukup sulit.
Namun, aku benar-benar takut Riko direbut dariku, karena itu aku harus melakukan yang terbaik sebagai salah satu usahaku untuk membuatnya menyukaiku.
"Oke, aku paham. Aku akan mencoba untuk mengajaknya pulang bersamaku nanti." [Minato]
"Nah! Gitu, dong! Lalu jika ada insiden asam atau manis yang terjadi, ceritakan padaku!" [Sawa]
Sawa menyilangkan tangannya seperti seorang ibu rumah tangga yang sedang menikmati acara tv rumahan.
Rupanya, Sawa sudah beralih menikmati hubungan kami sebagai hiburan.
Yah, dia memang suka dengan kisah asmara, sih...
Bagaimanapun, hanya dia satu-satunya orang yang bisa kuajak bicara, jadi tentu saja aku tak bisa mengabaikannya.
Sejujurnya, karena Sawa menyukai Riko, aku takut dia akan marah padaku ketika dia tahu kalau kami berdua berpacaran.
Tapi bukannya marah, dia dengan riangnya malah mengucapkan selamat padaku, karena itu aku sangat berterimakasih.
Namun tetap saja, aku tak bisa memberitahunya tentang keadaanku......
Yah, meskipun Riko pulang bersamaku, tak mungkin ada insiden asam-manis yang dapat kuceritakan pada Sawa.
Aku cukup optimis tentang itu, tapi ternyata itu salah.
0 Komentar