Chapter 51 - Untuk membuat istriku senang

Penerjemah : DuJu

    Hari Jum'at, menjelang akhir pekan, hari kencan kami hampir tiba.
    Segera setelah menghabiskan makan siang, aku meletakkan setumpuk kertas di depan Sawa.

    "... Apaan ini?!" [Sawa]

    Sawa mengambil kertas-kertas yang kusebar di meja kantin sekolah, melihatnya dengan seksama.

    "'Rute Kencan Kanagawa', '10 rencana kencan yang akan membuat pasangan senang', 'Penjelasan detail tentang perilaku yang tidak disukai saat kencan pertama!', 'Cara membuat pasangan senang dengan kencan yang ideal'...... Ett, beneran, apaan dah ini?" [Sawa]

    "Jujur, aku ingin meminta saran darimu, Sawa." [Minato]

    Sambil menyembunyikan fakta bahwa aku tinggal bersama Riko, aku mengaku pada Sawa tentang kencan kami di toko elektronik dan bagaimana aku ingin mengulang kencan kami pada hari Minggu nanti.
    Sawa membuat wajah tak senang ketika mendengarku pergi ke toko elektronik, dan ketika mendengar aku mengajak Riko makan hamburger, wajahnya makin tak karuan.

    "Niiyama, kau sungguh tak mengerti perasaan wanita...!!!" [Sawa]

    "Erm...... Kurasa kau benar..." [Minato]

    "Makanya... aku menyuruhmu untuk belajar hal-hal romantis untuk berjaga-jaga, bukan?! Biasanya, kencan itu pasti pergi melihat pemandangan malam di taman hiburan, ke akuarium, atau ke bioskop!" [Sawa]

    "Benar. Destinasi seperti itu banyak tertulis saat aku melakukan riset." [Minato]

    "Nah, kan?" [Sawa]

    "Tapi, mustahil untuk mengunjungi semua tempat itu dalam satu hari, karena itu aku ingin mempersempit tujuan kencan kami, menurutmu mana yang paling bagus? Aku ingin menghibur Riko dengan kekuatanku sendiri, jadi aku bilang padanya agar menyerahkan tujuan dan rencananya padaku. Aku sudah melakukan riset belakangan hari ini, tapi aku masih bingung tempat seperti apa yang bisa membuat Riko senang. Apalagi seperti taman hiburan ataupun bioskop, keduanya memiliki suasana dan hal-hal yang harus dilakukan sangatlah berbeda. Pokoknya, apapun saja boleh... Aku ingin meminta saran darimu! Jadi bagaimana menurutmu?" [Minato]

    "Eh, etto, i-itu..." [Sawa]

    Seketika, Sawa menjadi tampak ragu.
    Aku yang semakin khawatir, mengajukan lebih banyak pertanyaan lagi.

    "Tempat tujuan itu yang pertama, tapi tindakan yang harus diambil juga benar-benar berbeda di setiap majalah. Ada yang mengatakan kalau kau harus memimpin secara agresif, sebaliknya ada juga yang mengatakan kalau agresif dapat membuat pasanganmu hilang minat. Ada yang mengatakan perempuan akan kecewa jika kau tidak menggandeng tangannya, tapi ada peringatan juga tentang jangan menyalahpahami jarak. Aku tak tahu harus bagaimana mencaritahu langkah yang benar...... Aku merasa seperti tersesat di dalam labirin..." [Minato]

    "Sekarang, seperti yang kau katakan, sungguh terlihat jelas ada lingkaran hitam di bawah matamu. Kau tak tidur semalaman, ya?" [Sawa]

    Aku hanya bisa pasrah tertawa.

    "Nah, Niiyama. Sebelum itu, kurasa walaupun kita mendiskusikannya, kita takkan mungkin mendapatkan jawaban yang benar, bukan? Jujur, aku bahkan tak tahu isi hati wanita juga, apalagi yang Riko suka." [Sawa] [TL: wkwk... sebelas-duabelas]

    "Kau benar..." [Minato]

    "Kalau begitu, cara yang terbaik adalah menanyakannya kepada orang dengan jenis kelamin yang sama dengan Riko-hime." [Sawa]

    Sawa benar.

    "Baiklah. Aku akan berbicara dengan Asakura kalau begitu." [Minato]

    Asakura adalah orang yang paling dekat dengan Riko di kelas, jelas dia adalah orang yang tepat untuk kuminta saran.

    "Hah?! Kau serius...?! Bukan, maksudku, memang Asakura jauh lebih bisa diandalkan daripada aku, tapi... bukankah agak menakutkan berbicara dengan cewek Yoka?" [Sawa]

    [TL: Yoka = youkina kyarakutaa, cewek super periang begitulah artinya... contohnya kek Iroha dari oregairu]

    Tentu saja aku takut.
    Meskipun kami satu kelompok saat karyawisata kemarin, aku jarang sekali berbicara dengannya.
    Apalagi, aku punya kelemahan yang mengakar pada anak perempuan.

    "Aku sudah bertekad untuk berusaha. Aku tak bisa terus menjadi lemah seperti dulu." [Minato]

    "Niiyama... Kau telah berubah..." [Sawa]

    "Eh? Sungguh?" [Minato]

    Aku memang mencoba yang terbaik untuk berubah, karena itu aku mencondongkan tubuhku ke depan untuk memastikan.

    "O-oohh. Dulu kau sangat enggan untuk melakukan sesuatu, loh? Ini pertama kalinya kau berkonsultasi denganku. Kau pasti sangat peduli dengan Riko. Aku mendukungmu, lakukanlah yang terbaik!" [Sawa]

    "Begitukah? Terima kasih, Sawa. Aku merasa terdorong dengan kata-katamu. Aku ingin mencari Asakura dulu!" [Minato]

    "Aku akan menghiburmu kalau kau gagal!!" [Sawa]

    "Ya, terima kasih!!!" [Minato]


------------


    Sayangnya, saat istirahat makan siang, Asakura selalu menempel dengan Riko, jadi aku tak punya kesempatan untuk mendekatinya.
    Tapi untungnya, kesempatan datang di akhir jam pelajaran ke-5.
    Riko, yang hari ini piket, keluar dari kelas untuk membawa bahan pelajaran untuk jam pelajaran ke-6.

    Aku tak boleh melewatkan kesempatan ini, jadi aku langsung bergegas ke tempat duduk Asakura.
    Asakura yang melihatku muncul di depannya, membuat wajah heran.

    Ini buruk. Asakura di depanku terasa lebih kuat dari yang kubayangkan.
    Aku menjadi sangat gugup, seakan-akan fakta bahwa kami pernah satu kelompok saat karyawisata hanyalah mimpi belaka.

    "Apa? Kau butuh sesuatu?" [Reina]

    Aku hanya bisa menganggukkan kepala.

    Ayolah, aku tak boleh berperilaku menyedihkan seperti ini.
    Beranikan dirimu...!

    "A-anoo! Ada yang ingin kubicarakan berdua saja denganmu Asakura, jadi bisakah kau meluangkan waktumu sebentar...!" [Minato]

    "Hanya berdua? Hmm. Oke, ikut aku." [Reina]

    Mengikuti Asakura, kami berdua pergi ke koridor.
    Kami menaiki tangga dan berhenti di pertengahan tangga antara lantai 4 dan atap.

    "Jadi? Apa yang kau mau bicarakan denganku? Ada yang ingin kau katakan padaku tanpa orang lain dengar, benar?" [Reina]

    Berduaan dengan seorang perempuan membuat tubuhku tegang, tapi tidak dengan Asakura, dia menatap mataku dengan wajah penasaran.

    "Kalau kau terus diam, aku tak bakal tahu. Ayo, ayo, katakanlah." [Reina]

    Asakura mendekat seakan-akan dia sedang menggodaku.
    Gawat, perempuan selain Riko sangatlah menakutkan......
    Aku hampir saja berteriak dan mundur.
    A-apapun yang terjadi, aku harus mengatakannya!

    "A, a, a-aku... Aku ingin kencanku dengan Riko berhasil! Bisakah kau membantuku, Asakura?!" [Minato]

    "Kencan dengan Riko?" [Reina]

    "Iya...!" [Minato]

    Aku memberi Asakura penjelasan yang sama seperti yang kuberikan pada Sawa.
    Tapi tak seperti Sawa, Asakura menjadi lebih tertarik seiring berjalannya cerita.

    "Hahaha, jadi begitu, ternyata begitu yang terjadi!~ Aku tak paham kenapa kau bisa berpikir kencanmu sebelumnya itu gagal, tapi ya, aku paham jelas kalau kau ingin menyenangkan Riko di kencanmu berikutnya." [Reina]

    Asakura tertawa lepas dan berkata, "Kau sangat lucu.", sambil menepuk bahuku.
    Perilakunya terasa seperti orang tua, tapi aku merasa lebih nyaman daripada sikapnya yang sebelumnya.

    "Sebenarnya, saat kau mendatangiku ketika Riko tak ada, aku berpikir kau adalah seorang bajingan tukang selingkuh, jadi aku penasaran dan berusaha mencari tahu. Tapi aku senang kau merupakan orang yang tulus." [Reina]

    "Selingkuh?!! Itu tidak mungkin...!" [Minato]

    Sudah tak ada ruang lagi di hatiku, hatiku sudah penuh dengan Riko.
    Lagipula, bagaimana mau selingkuh? Aku pun masih takut dengan perempuan selain Riko.

    Saat aku menyangkalnya dengan suara canggung, suasana hati Asakura menjadi lebih baik.

    "Kau tahu, kau tak perlu membuat rencana untuk itu. Kau ingin membuat Riko senang, bukan? Niiyama-kun? Kalau begitu, kau hanya perlu bertindak biasa." [Reina]

    "Tapi, aku benar-benar tak tahu cara agar kencan kami menjadi menyenangkan. Bukankah jika bertindak tanpa rencana malah akan jadi berantakan...?" [Minato]

    "Eh? Itu tak masalah. Selama kau berusaha yang terbaik, walaupun berantakan, dia pasti akan senang." [Reina]

    Melihat masa depan dimana aku gagal dan merusak kencan kami lagi, wajahku berubah pucat.
    Asakura menghela napas ketika melihatku.

    "Ah, mau bagaimana lagi. Aku akan memberitahumu beberapa contoh pola tempat dan percakapan, untuk berjaga-jaga." [Reina]

    "...! Terima kasih, Asakura! Aku mengandalkanmu...!" [Minato]

    Dengan begitu, Asakura memberiku beberapa saran.

    "―begitu. Sepertinya dengan ini aku bisa merencanakan tempat tujuan dan tindakan yang tepat tanpa masalah. Kau sungguh menolongku." [Minato]

    Ini adalah pertama kalinya aku mengobrol dengan seorang gadis selain Riko sejak trauma, jadi ini butuh banyak keberanian bagiku.
    Tapi aku senang sudah berbicara dengan Asakura.

    "Ngomong-ngomong, kau sangatlah baik, Niiyama-kun. Pacar yang bekerja keras untuk pasangannya itu langka, tahu? Kalau Riko tahu ini, dia pasti bakal menangis terharu." [Reina]

    "Ah, tolong jangan bilang pada Riko...!" [Minato]

    Riko itu terlalu baik, jelas dia akan senang. Tapi sampai menangis kurasa itu berlebihan.

    "Kau beneran tak perlu rencana, tahu? Yang terbaik adalah kau hanya perlu menjadi dirimu sendiri dan jujur menyampaikan perasaanmu, Niiyama-kun. Jika kau mengalami masalah dan kau tak bisa melakukan apapun, ingatlah kata-kataku." [Reina]

    Asakura bisa bilang begitu karena dia tak tahu seburuk apa aku ini dalam kencan.
    Namun, karena aku sangat terbantu dengan nasihat Asakura, aku menyimpan kata-kata itu di dalam pikiranku.


------------


    Beberapa hari setelah itu.
    Akhirnya hari Minggu tiba.

    "Minato-kun, aku sudah bersiap-siap, bagaimana pakaianku?" [Riko]

    Riko, yang muncul di depanku, terlihat benar-benar seperti peri.

    "..." [Minato]

    Gaun putih pantang di atas lutut dengan potongan yang berkibar dan bergoyang lembut setiap Riko bergerak.
    Sebuah one piece yang memberikan kesan rapi nan cantik, seakan-akan itu disiapkan khusus untuk hari ini.
    Samping rambutnya di kepang dengan hiasan bunga-bunga kecil di atasnya.
    Gaya rambutnya yang baru itu terasa segar dan membuat kencan hari ini tampak lebih istimewa.

    "Gawat...... Sangat imutt..." [Minato]

    Tanpa sadar, kata-kata itu keluar dengan sendirinya.
    Aku buru-buru menutup mulutku, namun sudah terlambat.

    Gimana, nih?
    Apa aku membuatnya tidak nyaman...?!

    Aku menatap Riko khawatir.
    Terlihat Riko yang sedang tersenyum malu dengan wajah imutnya, bersama hiasan bunga di rambut serta gaun renda putih yang membaur jadi satu dengan tembok.






<<  ==  >>

0 Komentar