Chapter 55 - Aku tak bisa menyembunyikannya lagi

Penerjemah : DuJu

    Setelah makan siang, kami berjalan menuju Plaza Fureai, tempat dimana bisa berinteraksi dengan hewan-hewan kecil, namun saat di perjalanan aku merasa ada yang aneh dengan perilaku Riko.

    "―jadi, di Plaza Fureai, kelinci dan marmut bebas berkeliaran di sana, dan kita juga bebas menyentuhnya. Apalagi, di sana tertulis kita juga boleh memfotonya, loh?!" [Minato]

    "Senangnya! Minato-kun, ayo kita berfoto sambil memeluk kelinci bersama!" [Riko]

    "Oke, oke... Eh, Riko? ......Riko, tunggu sebentar." [Minato]

    "Ada apa?" [Riko]

    Riko berhenti, terpancar wajahnya yang cantik dan penuh dengan rona mempesona dari belakang.
    Sekilas tak ada yang aneh jika melihatnya.

    Namun, dia adalah orang yang kucintai, orang yang selalu kulihat, dan orang yang selalu berada di sisiku selama beberapa bulan ini.
    Tak mungkin aku tak memperhatikannya.

    "Riko, kakimu sakit?" [Minato]

    "Eh?" [Riko]

    Senyum Riko berubah sedikit kaku.

    "A-ah, aku baik-baik saja, ko―" [Riko]

    "Kemarilah." [Minato]

    Aku yakin dia memaksakan dirinya agar tak membuatku khawatir, jadi aku mengabaikan kata-katanya lalu menyuruhnya untuk duduk di kursi.

    "Boleh kulihat kakimu?" [Minato]

    "..." [Riko]

    Riko menatapku dengan mata murung.
    Dengan firasat buruk, aku berlutut di kaki Riko.

    "Riko, maaf." [Minato]

    Setelah minta maaf, aku meraih kaki Riko lalu meletakkannya di lututku.

    "Kyaa?!" [Riko]

    Mengeluarkan suara terkejut, Riko tersipu malu.
    Kalau saja ini bukan keadaan darurat, aku pasti tersipu malu juga karena menyentuh kaki Riko.

    Tapi sekarang, hatiku terlalu sesak untuk memikirkan itu.

    "Minato-kun, jangan! Pakaianmu jadi kotor...!" [Riko]

    "Jangan khawatirkan itu." [Minato]

    Kupegang sandalnya yang terlihat imut dengan bagian bawah agak tinggi, yang sepertinya baru hari ini dia memakainya karena masih sangat bersih.
    Kuperiksa kakinya, ada beberapa warna kulit yang memerah.
    Bahkan terlihat ibu jari dan tumitnya berdarah karena tertekan dengan sandalnya, pasti sakit rasanya.

    "... Aku akan mengurusnya, jadi biarkan aku melepas sandalmu." [Minato]

    "A-ah, biar aku saja...!" [Riko]

    "Tak apa, Riko tenang saja." [Minato]

    "...! O-oke..." [Riko]

    Agar Riko tetap diam, aku berbicara dengan nada yang bukan sepertiku biasanya, dan entah kenapa wajah Riko memerah.
    Aku tak tahu kenapa, tapi aku lega karena dia tak mencoba untuk mengangkat kakinya dari lututku.

    Pertama-tama aku melepaskan kedua sandal Riko secara perlahan-lahan, lalu aku meraih ranselku dan mengeluarkan plester, antiseptic, serta kain kasa.
    Melihat tindakanku, mata Riko melongo.

    "Astaga... Minato-kun, apa kamu selalu membawa itu?" [Riko]

    "Tidak, hanya saja aku menyiapkan berbagai hal untuk berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu." [Minato]

    Di dalam ranselku juga ada senter, charger, kompresan, semprotan anti serangga, penutup mata, dan payung lipat ukuran dua orang. [TL : Njir... itu mau kencan atau mau berkemah?]
    Majalah yang kujadikan referensi tidak memiliki daftar hal-hal apa saja yang harus dibawa saat kencan, jadi karena bingung dengan apa yang harus kubawa, aku membawa barang-barang yang bisa kupikirkan jika terjadi hal-hal yang tak terduga.

    "Maaf, mungkin akan terasa sedikit sakit." [Minato]

    "Tak apa-apa." [Riko]

    Riko memejamkan matanya erat-erat untuk mempersiapkan rasa sakitnya.

    Aku tak ingin menyakitimu...

    Dengan perasaan bersalah, aku menyemprotkan antiseptic selembut mungkin.
    Setelah itu, aku membersihkan area sekitar luka dengan kain kasa lalu menempelkan plester di bagian lukanya, dan begitu pula di kaki kirinya.

    "―oke, sudah selesai." [Minato]

    "Terima kasih. Akan kucoba berdiri." [Riko]

    "Eh? Jangan paksakan dirimu―" [Minato]

    Dengan tergesa-gesa, aku membantu memegang tangan Riko.
    Riko meletakkan kakinya di tanah, mengandalkan lenganku.

    "Ah! Hebat! Minato-kun, sudah tidak terasa sakit lagi, loh? Seperti yang diharapkan, plesternya mencegah lukaku agar tidak berkontak langsung dengan sandal!" [Riko]

    Aku merasa lega karena kulihat dia tidak lagi terlihat memaksakan dirinya lagi sekarang.
    Namun beberapa detik setelahnya, aku meminta maaf atas apa yang terjadi.

    "Riko, maafkan aku. Jika saja aku memperhatikan kakimu lebih awal, pasti kakimu takkan jadi seburuk itu... Tidak, aku seharusnya sadar kalau kau mengenakan sandal dan tak seharusnya berjalan jauh." [Minato]

    "Tu-tunggu! Akulah yang salah. Aku menyembunyikan lukaku karena aku takut membuat Minato-kun khawatir... Dan aku juga terlalu terbawa suasana dengan kencan bersama Minato-kun, sehingga aku mengenakan sandal baruku, jadi akulah yang bodoh... Maafkan aku..." [Riko]

    "Tidak... Ini bukan salahmu, justru akulah yang membuat banyak kesalahan hari ini..." [Minato]

    Pertama-tama, ini takkan terjadi kalau saja aku tak membawanya dari area kuda poni ke danau dengan berjalan kaki.
    Dan alasan kenapa rencanaku tak berjalan dengan baik itu karena aku tak memberitahu Riko sebelumnya kalau aku memiliki rencana untuk menunggangi kuda karena aku terlalu fokus untuk membuat kejutan.
    Apalagi sekarang jika kupikir-pikir, melihat situasi saat itu, kejutanku tak bisa dibilang berhasil juga.

    Bahkan mengingat kesalahan yang kubuat saat di kereta serta kotak bentoku yang berantakan, aku merasa payah.

    Yang paling parahnya lagi, aku membuat Riko terluka...

    Aku ingin memukul diriku semalam yang bisa-bisanya berpikir, "Aku sudah mengkonfirmasi rencanaku berkali-kali, jadi seharusnya aku dapat membuat kencan besok sempurna."

    Meskipun aku mendapat kesempatan kedua untuk mengulang kencan pertama kami, aku malah mengacaukannya.

    Aku berusaha membuat Riko menyukai diriku lalu menembaknya.
    Begitulah yang kupikirkan dan mencoba yang terbaik, tapi nyatanya aku hanya diam di tempat.

    "Maaf, aku tak bisa melakukan apapun sesuai rencana... Padahal rencanaku hanya untuk membuat Riko bahagia..." [Minato]

    "Eh? Rencana apa?" [Riko]

    Ahh.
    Aku keceplosan.
    Percuma menyesal, aku sudah terlanjur mengucapkannya.

    Tak mampu mengangkat wajahku, aku dengan perasaan gagal memberitahunya tentang apa saja yang kulakukan untuk kencan ini.
    Aku ingin terlihat keren olehnya, karena itu aku tak bilang padanya tentang rencanaku sebelumnya.
    Tapi pada akhirnya, aku harus jujur dan mengungkapkan jati diriku yang sebenarnya.

    "... Bohong...... Aku tak percaya kamu melakukan itu hanya untukku...... Jadi, kamu berbicara dengan Rei-chan, Minato-kun?" [Riko]

    "Asakura sudah sangat baik kepadaku, tapi aku malah tak bisa mendapatkan hasil apapun dan mengacaukan semuanya..." [Minato]

    "Kenapa kamu berkata seperti itu? Hari ini aku sangat bahagia, tahu?" [Riko]

    "Terima kasih. Tapi tolong jangan memaksakan dirimu. Aku sangat tahu kalau aku sudah gagal." [Minato]

    "Aku ti―" [Riko]

    Tepat ketika Riko ingin mengatakan sesuatu, suara guntur datang menyela dari atas kepala kami.
    Kulihat ke atas, awan gelap dari arah barat semakin mendekat.

    Apa akhirnya cuaca menyerah kepadaku?
    Memang benar cuaca di daerah pegunungan tidaklah menentu, tapi itu tidak menutup kemungkinan bahwa aku memiliki nasib yang buruk.

    Tanpa basa-basi, hujan turun dengan derasnya.
    Orang-orang di sekitar langsung bergegas mencari tempat berteduh.

    "Ayo kita pindah juga! Kalau Riko tak keberatan, biarkan aku menggendongmu." [Minato]

    Ketika aku mencoba untuk membungkuk untuk memberikan punggungku, Riko tiba-tiba memelukku dari belakang.

    Eh...?

    Dia melilit pinggangku dengan lengannya yang semakin membuatku bingung.

    Aku dipeluk...? Ke-kenapa...?!!

    "A-ano... Riko-san...?" [Minato]

    Karena gugup, aku tak sengaja memanggilnya "-san".

    "Aku tak masalah basah karena hujan, jadi tolong dengarkan aku." [Riko]

    "O-oke..." [Minato]

    "Saat di kereta, aku tak ingin Minato-kun meninggalkanku, karena itu aku senang kamu membolehkanku berada di sampingmu. Aku juga sangat terkejut dengan kejutanmu yang membawaku ke Fureai Bokujou, aku pun merasa deg-degan karena rasanya ini seperti kencan spesial. Memang aku tak bisa menunggangi kuda karena aku menggunakan rok... Tapi itu karena aku ingin terlihat imut saat kencan dengan Minato-kun... Begitu juga dengan sandal. Aku ingin terlihat imut dari atas sampai bawah agar Minato-kun berpikir kalau aku imut, walau itu hanya sedikit..." [Riko]

    "..." [Minato]

    "Minato-kun tak tahu betapa senangnya aku melihat kuda poni. Itu sangat menakjubkan melihat mereka sangat menyukaimu, loh? Dan tahu tidak, Minato-kun? Katanya, hewan-hewan cenderung menyukai orang yang baik, tahu? Sepertinya para kuda poni langsung melihat aura kebaikan dari Minato-kun. Tak ada seorangpun yang kutahu yang sebaik Minato-kun. Kamu bangun lebih awal untuk membuatkan bento untukku, kamu membawakanku disinfektan dan plester, kamu menyiapkan banyak hal untuk membuatku senang, walaupun itu tak berhasil dan membuatmu kecewa, itu semua adalah sisi baik Minato-kun dan aku sangat mengapresiasi kebaikanmu itu." [Riko]

    Aku memang melakukan yang terbaik, tapi aku gagal dan merasa payah, tapi Riko menerima itu semua dengan tangan terbuka.

    Tak ada kepikiran satupun di kepalaku untuk mengungkapkan perasaanku padanya.
    Tapi melihat Riko begitu menghargaiku membuat perasaanku bergejolak, hingga tanpa sadar aku―

    "Aku menyukaimu, Riko." [Minato]


    [TL: Akhirnya... 😪]




<<  ==  >>

0 Komentar